Sepasang kembar identik ‘Kansa dan Kalisa’ yang berusia 6 tahun tak mau tampil di depan kamera. Dua bersaudara ini menghindar saat rumah mereka di komplek Perumnas Klender, Jakarta Timur, dikunjungi. Tapi ternyata mereka bukan satu-satunya kembar di lingkungan perumahan tersebut, ada 11 pasang lainnya.
Saat Kansa dan Kalisa dikunjungi, tak ada satu foto-pun yang diambil, namun jeritan mereka bahkan terdengar di jalan. Reaksi itu membuat tim ABC merasa malu, bahkan untuk bertanya.
Tapi itu tak terlalu berpengaruh, hanya selang beberapa rumah, ternyata ada kembar kembar identik lain yang jauh lebih kooperatif. Media lokal di Indonesia telah menjuluki Perumnas Klender sebagai sebuah kampung kembar.
Sebanyak 12 pasang saudara kembar hidup dalam jarak 6.000 meter persegi -10 di antaranya adalah kembar identik. "Semuanya dimulai pada tahun 1990, ada enam pasang kembar di satu gang," kata ketua RT di lingkungan tersebut, Andang Subaryono. "Saat kami melakukan penghitungan di bulan Mei 2014. kami menemukan 19 pasang."
Sejak itu beberapa kembar telah meninggal dan beberapa lainnya telah pindah, meninggalkan jumlah 12 yang ada saat ini. Tak ada dari mereka yang berhubungan darah.
Athyyah Alya dan Athyyah Kamila Aziza, terlihat dan berpakaian sama. Gadis berusia 12 tahun itu berdiri dengan canggung saat mereka berbicara.
Mereka lahir dan besar di lingkungan sekitar. "Saya senang bisa menjadi selebriti kapan saja," kata Athyyah Kamila tentang pengalamannya tinggal di kampung kembar.
Riky dan Riko Prawoto, 17 tahun, dibesarkan oleh paman dan bibi mereka di sebuah gang di dalam komplek ini, di mana tiga pasang kembar lainnya juga tinggal.
"Saya menyebut gang ini gang kembar," kata Setijoko. "Ini berkah dari Tuhan bahwa ada banyak anak kembar yang tinggal di sini."
Rico dan Riky menganggap diri mereka beruntung juga. "Kami bercanda dan tertawa bersama, kami menderita bersama dan bersenang-senang bersama," kata Rico.
Jadi jika mereka tidak berhubungan darah, mengapa ada begitu banyak sekumpulan anak kembar tinggal di area yang begitu kecil ini?
Belum ada penelitian tentang fenomena di komplek ini, namun penduduk setempat tampaknya setuju bahwa tidak ada penyebab khusus. "Ini kebetulan saja, tidak ada mitos," sebut Andang bersikeras.
Asmina, ibu Fani dan Fina yang berusia empat tahun -anak kembar termuda di kampung tersebut, juga tak percaya adanya takhayul.
Sayangnya, Fani dan Fina tak berkenan melihat kehadiran tim ABC. Terbangun dari tidur siang, mereka tampaknya sama sekali tak terkesan.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.