REPUBLIKA.CO.ID,TEPI BARAT -- Ratusan wanita Palestina dan Israel menggelar aksi demonstrasi di kota Yerikho, Tepi Barat, Ahad (8/10). Mereka menuntut dilakukannya perundingan damai antara Palestina dan Israel.
Aksi ini diinisiasi oleh Women Wage Peace. Organisasi ini didirikan pada 2014 setelah Israel menginvasi Gaza. Invasi tersebut menewaskan lebih dari 2.000 warga Palestina di Gaza, termasuk ratusan anak-anak.
Menurut Women Wage Peace, aksi demonstrasi ini didahului dengan melakukan perjalanan menggunakan bus mengelilingi kota-kota di Tepi Barat yang diduduki Israel. Setelah itu, massa berkumpul di Yerikho untuk menyuarakan pendapatnya terkait konflik Palestina dengan Israel.
Mayoritas peserta aksi menilai bahwa konflik antara Palestina dan Israel adalah konflik kuno. "Mereka mengatakan ini adalah konflikkuno. Tapi nenek moyang wanita kami menginginkan hal yang sama untuk anak-anak mereka seperti yang kita lakukan, yaitu kemakmuran dan keamanan," kata Women Wage Peace melalui akun Twitternya, seperti dikutip laman Anadolu Agency.
Konflik Palestina dengan Israel sudah cukup menyita perhatian dunia, khususnya negara-negara Muslim. Konflik kedua negara telah dianggap sebagai konflik terpanjang abad ini karena tak kunjung dapat diselesaikan.
Pada 2014, Amerika Serikat (AS) pernah berupaya mensponsori perundingan damai antara kedua negara. Namun hal tersebut gagal lantaran Israe lmenolak untuk menghentikan pembangunan permukiman ilegalnya di Tepi Barat. Israel juga menolak untuk membebaskan tahanan-tahanan Palestina yang mendekam di penjaranya.
Tahun ini, di bawah pemerintahan Donald Trump, AS kembali berupaya untuk membantu menyelesaikan konflik Palestina dan Israel. Namun hal ini memang belum menunjukkan hasil. Trump justru menyebut pemimpin dari kedua negara bermasalah dan menghambat terciptanya perdamaian.
Kritik ini lebih ia tekankan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. "Kedua pemimpin Israel dan Palestina bermasalah. Namun, Netanyahu adalah masalah yang terbesar," kata Presiden AS Donald Trump dalam sebuah pertemuan bulan lalu dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.