Senin 09 Oct 2017 20:02 WIB
Muktamar Ulama Internasional

Majelis Ulama Palestina akan Bahas Antinormalisasi Israel

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Agus Yulianto
Redaktur Pelaksana Harian Republika Subroto (keempat kiri) menerima penghargaan dari General Secretary Indonesia National Commite for Palestinian People Suhartono Tjipto Basuki (ketiga kanan) didampingi perwakilan redaksi Harian Republika dan Majelis Ulama Palestina di Gedung Harian Republika, Jakarta, Senin (9/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Redaktur Pelaksana Harian Republika Subroto (keempat kiri) menerima penghargaan dari General Secretary Indonesia National Commite for Palestinian People Suhartono Tjipto Basuki (ketiga kanan) didampingi perwakilan redaksi Harian Republika dan Majelis Ulama Palestina di Gedung Harian Republika, Jakarta, Senin (9/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Association of Palestine Scholars Abroad atau Majelis Ulama Palestina Luar Negeri akan menggelar konferensi atau muktamar ulama internasional di Istanbul pada 19-21 Oktober mendatang. Konferensi tersebut akan membahas soal antinormalisasi dengan penjajah, dalam hal ini Israel.

Ketua Majelis Ulama Palestina Luar Negeri, Nawaf Takruri menjelaskan, perspektif normalisasi adalah membangun hubungan yang normal dengan penjajah. Sedangkan keberadaan Israel di bumi Palestina hadir melalui rampasan atau penjajahan yang tentunya tidak normal.

"Jadi tidak boleh ada normalisasi hubungan, atau anti normalisasi. Akan kami bahas anti normalisasi dari berbagai aspek," ujar Nawaf Takruri saat berkunjung ke Harian Republika, Senin (9/10).

Dalam konferensi yang dihadiri oleh ulama sedunia, baik yang mewakili kawasan ataupun negara ini, mereka akan fokus kepada sikap dan pandangan syariah terhadap penjajahan di Palestina. Anti normalisasi yang dibahas mencakup dalam interaksi secara polutik, ekonomi serta hubungan diplomasi dan lain sebagainya.

Nawaf menjelaskan, pengaruh negatif Israel tidak hanya dirasakan oleh Palestina, namun juga daerah lainnya yang pernah ditempati oleh bangsa Yahudi. Karena sejak awal bangsa Yahudi tumbuh dari sesuatu yang batil, dan memiliki visi kolonialisme atau ekspansif untuk meluaskan pengaruh mereka.

"Dengan demikian Palestina tidak hanya mempertahankan bangsanya namun juga memperjuangkan umat manusia secara keseluruhan," tutur Nawaf.

Majelis Ulama Palestina Luar Negeri berdiri pada tahun 2009 di Beirut, saat ini berkantor pusat di Istanbul, Turki. Pembentukan majelis ini di luar negeri karena sebanyak lebih dari 60 persen rakyat Palestina berada di luar tanah air Palestina.

Menurut Nawaf, para ulama sangat sulit untuk berkoordinasi di dalam negeri karena masih dalam kondisi dijajah. Oleh karena itu banyak gerakan organisasi dan ulama dikendalikan di luar Palestina. Tujuan majelis ini membuat jejaring ulama dan mengkaderisasi akademisi dan ulama yang berada di luar Palestina.

Kepala Hubungan Luar Negeri Ziyad Abuzaid menambahkan, dalam konferensi tersebut juga akan dibahas mengenai bagaimana menyebarluaskan pandangan legitimasi mengenai permasalahan di Palestina. "Kami akan membuat gerakan anti normalisasi hubungan Palestina dan Israel. Ulama-ulama perwakilan dari Indonesia juga akan mengikuti muktamar ini," kata Ziyad.

Selain mengenai muktamar ini, dalam silahturahmi dengan Harian Republika, Majelis Ulama Palestina Luar Negeri juga berharap agar umat Muslim Indonesia dapat terus memberikan dukungannya kepada rakyat Palestina.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Palestina Luar Negeri, Sheikh Mohamad El-haj menambahkan, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia sangat antusias dalam mendukung dan membantu upaya Palestina untuk merdeka. Pemerintah Palestina, kata Sheikh, sangat salut dan berterima kasih karena masyrakat Indonesia selalu menanti kabar terkini mengenai Palestina serta memberikan berbagai bantuan kemanusiaan.

"Ini bentuk kualitas perhatian bangsa Indonesia, bagaimana mereka selalu mengetahui perkembangan terkini di Palestina dan berusaha memberi bantuan. Harapannya upaya ini bertambah sampai semua terbebas dan merdeka," kata Sheikh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement