Jumat 13 Oct 2017 04:05 WIB

Cegah Risiko Kolera, Pengungsi Rohingya Divaksinasi

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Hazliansyah
Sejumlah pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan paket makanan dari relawan Indonesia di Kamp Pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan paket makanan dari relawan Indonesia di Kamp Pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, COX'Z BAZAR -- Pemerintah Bangladesh, Badan-badan PBB, dan sejumlah LSM meluncurkan kampanye besar vaksinasi di Cox's Bazar, Bangladesh, untuk menyelamatkan ratusan ribu pengungsi Rohingya dari penyebaran wabah kolera.

Kementerian Kesehatan Bangladesh, didukung oleh organisasi kesehatan dunia, UNICEF dan LSM lainnya, mendistribusikan vaksin oral untuk 88 ribu Rohingya pada awal pekan ini dalam kampanye skala besar yang bertujuan untuk memvaksinasi 650 ribu orang di tiga setengah Minggu.

Dilansir dari Aljazirah, Jumat (13/10), disebutkan, ini adalah kampanye vaksinasi oral kedua terbesar di dunia, setelah diadakan di Haiti pada tahun lalu. Kampanye ini akan melibatkan 900 ribu dosis vaksin. Fase kedua imunisasi, yang diperkirakan akan dimulai November, bertujuan untuk mengimunisasi 250 ribu anak-anak antara usia satu hingga lima tahun.

Meskipun tidak ada kasus kolera yang resmi dicatat, kampanye vaksinasi adalah tindakan pencegahan untuk mencegah breakout penuh. Namun, setidaknya 10.292 kasus diare, yang merupakan gejala untuk kolera, sejauh ini telah didiagnosis oleh badan kesehatan PBB, WHO.

"Saya tidak akan terkejut jika kita memiliki beberapa kasus kolera di antara semua penyakit diare karena tidak dapat dipungkiri," ujar Dr Navaratnasamy Paranietharan, perwakilan WHO di Cox's Bazar, mengatakan kepada Al Jazeera.

"Dengan kampanye vaksinasi dan berdasarkan analisis, kami tidak mengharapkan wabah kolera besar di antara populasi ini. Itu tidak akan menjadi seperti Yaman atau tempat-tempat lain."

Paranietharan mengatakan, WHO akan memiliki hasil Lab segera pada pekan depan, yang kemungkinan akan mengonfirmasi adanya kolera di kamp-kamp pengungsi. Saat ini kondisi di kamp mengkhawatirkan, seperti basah, berlumpur dan penuh sesak, selain itu juga kekurangan air bersih dan sanitasi.

"Sangat sedikit toilet di sini. Dalam jangka waktu tiga sampai lima hari, menjadi penuh dan tidak dapat digunakan. Sangat bau. Ada terlalu banyak orang di sini. Kami bisa hidup tanpa makan sekali atau dua kali sehari, tapi kita tidak bisa hidup tanpa menggunakan toilet," kata Gura Banu, seorang pengungsi Rohingya di Cox's Bazar.

Sebagian besar pengungsi hidup dengan sekali makan dalam sehari dan hujan deras, diikuti oleh gelombang panas tanpa henti, semakin menambah kesulitan kondisi mereka.

Komisaris Tinggi PBB untuk Para Pengungsi (UNHCR) mendesak tindakan pencegahan untuk menghindari wabah. "Air bersih dan air minum yang aman sangat penting dalam mengurangi dan mencegah penyakit semacam ini," kata Yante Ismail, juru bicara UNHCR.

Kolera membunuh 95 ribu orang setiap tahun dan mempengaruhi tambahan 2,9 juta orang di seluruh dunia. Penyakit ini merupakan diare infeksi akut yang disebabkan oleh menelan makanan yang terkontaminasi atau air yang menyebabkan gejala ringan termasuk dehidrasi dan diare.

Penyakit ini sering menyerang wilayah konflik karena kurangnya sanitasi serta malnutrisi yang merajalela. Kolera dapat berakibat fatal dalam berjam-jam jika tidak diobati.

"Dehidrasi dapat menyerang sangat cepat, itulah risikonya," ujar Nichola Jones, juru bicara Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.

"Anak-anak sangat rentan. Beberapa orang pengungsi mengatakan mereka meninggalkan bagian Rakhine hingga dua minggu yang lalu. mereka sudah capek dan dehidrasi, dan kami sangat prihatin tentang kesehatan orang-orang ini secara khusus."

Lebih dari setengah juta Rohingya melarikan diri dari kekerasan etnis di Myanmar, negara bagian Rakhine, enam minggu lalu, dan sekitar 2.000 pengungsi terus berdatangan ke seberang perbatasan setiap hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement