Jumat 13 Oct 2017 18:39 WIB

Donald Trump Cabut Dukungan Kesepakatan Nuklir Iran

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Presiden AS, Donald Trump
Foto: AP
Presiden AS, Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diperkirakan akan mencabut dukungannya terhadap kesepakatan nuklir Iran, Jumat (13/10). Ia dikabarkan menyusun strategi yang lebih konfrontatif terhadap Teheran.

Langkah Trump ini tidak akan menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran yang tercapai pada 2015. Namun memberi Kongres AS waktu 60 hari untuk memutuskan apakah akan mengajukan kembali sanksi untuk Teheran yang diskors di bawah kesepakatan yang telah dinegosiasikan AS dan negara-negara kekuatan dunia pada masa pemerintahan mantan presiden Barack Obama.

Dilaporkan laman BBC, menurut beberapa pejabat AS, saat ini Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson sedang berkonsultasi dengan para mitranya di Eropa dan Cina terkait hal ini. Walaupun para pejabat tersebut tak menerangkan lebih lanjut perihal apa saja yang dibahas oleh Tillerson.

Saat ini Trump sedang didesak, tidak hanya oleh komunitas internasional, tetapi juga oleh rakyat AS sendiri, agar tidak membatalkan kesepakatan nuklir Iran. Namun desakan ini sepertinya tak akan terlalu banyak mempengaruhi Trump.

Sejak masa kampanye pemilihan presiden AS tahun lalu, Trump telah mengkritik kesepakatan nuklir Iran yang dicapai pada masa pemerintahan Obama. Menurutnya, kesepakatan tersebut adalah kekeliruan yang besar. Ia pun berjanji akan menarik AS dari kesepakatan tersebut bila terpilih menjadi presiden. Pencabutan dukungan Trump terhadap kesepakatan nuklir Iran tak ayal membuat khawatir negara-negara yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Termasuk di antaranya Jerman, Inggris, Prancis.

Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel menilai sangat penting bagi Eropa untuk tetap terlibat dalam masalah ini. "Kami juga harus memberitahu AS bahwa perilaku mereka terhadap masalah Iran akan membuat kami orang Eropa berada dalam posisi yang sama dengan Rusia dan Cina melawan AS," ujarnya, seperti dikutip laman Middle East Monitor.

Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson pun menyatakan hal serupa. "Kesepakatan nuklir adalah kesepakatan penting yang menetralisir ancaman nuklir Iran," ujarnya.

Menurutnya, kesepakatan nuklir Iran adalah buah perjuangan diplomasi selama 13 tahun. Ia berharap AS dapat memikirkan kembali keputusannya untuk mencabut dukungannya terhadap kesepakatan tersebut.

"Kesepakatan ini adalah puncak dari 13 tahun diplomasi yang melelahkan dan telah meningkatkan keamanan, baik di wilayah ini maupun Inggris. Implikasi keamanan inilah yang terus kita dorong untuk dipikirkan AS," ujar Johnson.

Pekan ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Theresa May juga telah meminta Trump untuk tetap mempertahankan kesepakatan nuklir Iran demi keseimbangan sekutu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement