REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman, Sigmar Gabriel mengatakan, langkah Amerika Serikat (AS) yang memaksa desertifikasi kesepakatan nuklir Iran justru memicu perang yang berdampak bagi Eropa.
Gabriel menilai, Trump menempatkan dunia dalam posisi sulit lantaran secara bersamaan harus menangani nuklir di Korea Utara.
"Kekhawatiran terbesar menyangkut Iran adalah permasalahan akan menyeret negara lain untuk mempertimbangkan apakah mereka seharusnya memperoleh senjata nuklir karena kesepakatan tersebut telah dihancurkan," kata Gabriel seperti diwartakan Reuters, Ahad (15/10).
Gabriel mengatakan, hak itu akan membawa petaka di dunia kepada para penerus dimasa depan. Dia melanjutkan, penghentian kesepakatan tersebut akan membuat garis keras yang menentang barat di atas angin. Masih kata Gabriel, kondisi tersebut nantinya justru akan mendirong mereka untuk terus mengembangkan persenjataan nuklir.
Gabriel mengatakan, kondisi itu malah akan mengembalikan kita pada 10 atau 12 tahun lalu dimana Eropa dekat dengan perang. Sebabnya, dia meminta AS untuk tidak membahayakan sekutunya demi kebijakan domestik negara.
Seperti diketahui, Negeri Paman Sam menilai Iran telah melanggar kesepakatan 2015, yang memberlakukan pembatasan kapabilitas nuklir sebagai ganti imbalan pelonggaran embargo internasional. Saat ini kongres memiliki waktu 60 hari untuk memutuskan apakah menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan menerapkan kembali sanksi.
Kesepakatan tersebut dianggap oleh pendahulu Trump, Barack Obama sebagai kunci untuk menghentikan Iran membangun sebuah bom nuklir, kesepakatan tersebut juga ditandatangani oleh China, Prancis, Rusia, Inggris, Jerman dan Uni Eropa.