REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Partai Likud dimana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bernaung mengusulkan sebuah undang-undang untuk memberi perlindungan kepada anggota Knesset (parlemen) dari penyelidikan korupsi.
RUU tersebut diusulkan untuk pertama kalinya pada Agustus tahun lalu, namun tidak dilanjutkan oleh Knesset. "Apakah masuk akal menyelidiki Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas tuduhan terkait cerutu?" ujar Ketua Komite Interior Knesset, MK David Amsalem seperti dilansir Middle East Monitor, Selasa (17/10).
Pernyataannya ini mengisyaratkan tuduhan Netanyahu menerima cerutu sebagai sogokan. Ketika dia pertama kali menyarankan undang-undang tersebut tahun lalu, Amsalem mengatakan tindakan tersebut seharusnya hanya merupakan pelanggaran ringan yang dijatuhi hukuman penjara hingga enam bulan.
"Saya telah meminta penasihat hukum saya untuk merencanakan ulang undang-undang sehingga hal itu juga berlaku untuk semua pelanggaran yang berada di bawah rubrik moralitas publik, termasuk penyuapan," kata Amsalem.
Ketua Koalisi Pemerintah David Bitan, yang merupakan pemimpin Likud dan sangat dekat dengan Netanyahu mengaku yakin Knesset akan menyetujui undang-undang tersebut. Bitan mengatakan Likud akan mengajukan tuntutan undang-undang tersebut untuk memberikan suara saat Knesset mengadakan pertemuan sebelum memasuki reses pada awal tahun depan.
Karena undang-undang ini tidak akan melindungi PM saat ini, pengamat dan anggota oposisi mengharapkan Netanyahu meminta pemilihan awal untuk masa jabatan lain dalam upaya untuk menghindari gelombang tuduhan korupsi yang mengelilinginya.
Advertisement