Rabu 18 Oct 2017 18:43 WIB

ISIS Kalah di Raqqa, Persoalan Belum Selesai

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Teguh Firmansyah
Tentara berpatroli di sebelah bangunan yang hancur di Kota Raqqa, Suriah.
Foto: EPA/YOUSSEF RABIE YOUSSEF
Tentara berpatroli di sebelah bangunan yang hancur di Kota Raqqa, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Milisi yang didukung AS telah menyatakan kemenangan melawan IS di Raqqa pada Selasa (17/10) usai pertempuran mengerikan selama empat bulan. Kekalahan ISIS di Raqqa hanya permulaan untuk menstabilkan kawasan tersebut.

IS atau ISIS menguasai Raqqa pada Januari 2014, mengambil alih kendali dari faksi-faksi pemberontak yang menentang pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

"Merebut kembali Raqqa penting secara simbolis. Namun mengatasi keluhan ekonomi dan politik kaum Sunni sehingga ISIS lain tidak akan muncul  sama pentingnya dengan pertempuran militer," kata anggota senior Middle East Institute, Bilal Saab, Rabu, (18/10).

Raqqa adalah kota besar pertama yang dikuasai ISIS sebelum meraih serangkaian kemenangannya yang cepat di Irak dan Suriah. ISIS mengeluarkan undang-undang dan mengeluarkan paspor dan uang

Namun sekarang ISIS telah kehilangan sebagian besar wilayahnya di Suriah dan Irak termasuk miliknya yang paling berharga, Kota Mosul, Irak.

Di Suriah, mereka dipaksa kembali ke tanah di lembah Efrat dengan padang pasir di sekitarnya. Para pengamat Timur Tengah mengatakan,  di antara beragam masalah yang terpapar setelah pengusiran ISIS dari Raqqa adalah cara mencari uang untuk membantu membangun kembali kota yang hancur.

Kemudian bagaimana mendukung pemerintah daerah yang baru dalam menghadapi kemungkinan pemberontakan. Selain itu juga bagaimana mencegah Assad, yang didukung oleh Iran dan Rusia untuk mendapatkan kembali kontrol di Suriah.

"Tantangan sebenarnya ISIS akan berubah menjadi hantu pendendam. Mereka akan mencoba untuk bertahan dan menimbulkan kekacauan dalam keamanan dan pemerintahan pascakonflik dan konflik untuk melemahkan Amerika Serikat dan mitranya," kata Nick Heras dari Center for a New American Security.

Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri AS mengatakan, Washington tetap berkomitmen untuk melakukan proses perdamaian di Jenewa dan mendukung kelompok-kelompok perwakilan Suriah yang luas dalam diskusi tersebut.

Pejabat AS tersebut mengatakan,  AS dan sekutunya akan terus memberikan bantuan kemanusiaan dan mendukung upaya untuk menstabilkan wilayah yang dibebaskan dari ISIS, termasuk menghapuskan IED dan bahan peledak lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement