Sebuah surat dari Korea Utara kepada sejumlah negara termasuk Australia yang mendesak mereka menjauhkan diri dari Amerika Serikat dijelaskan oleh PM Malcolm Turnbull sebagai "perkataan tentang betapa buruknya Donald Trump". Surat untuk Australia dikirim dari Kedubes Korut di Jakarta.
Korut menulis surat terbuka kepada parlemen di berbagai negara, sebulan setelah Presiden AS Donald Trump berbicara di Majelis Umum PBB dan menyebut pemimpin Korea Utara Kim Jong-un "seorang manusia roket dengan misi bunuh diri bagi dirinya dan rezimnya".
Surat yang berasal dari Komite Urusan Luar Negeri Majelis Tertinggi Rakyat menyebut Pyongyang sebagai kekuatan nuklir dan memperingatkan segala upaya AS untuk menghancurkannya akan menjadi kekeliruan fatal dan dapat menyebabkan "bencana nuklir yang mengerikan ".
"Trump mengancam untuk menghancurkan DPRK, sebuah negara merdeka dan berdaulat yang independen dan memiliki kekuatan nuklir. Itu merupakan ancaman bagi kehancuran seluruh dunia," demikian disebutkan dalam surat itu.
PM Turnbull menepis surat tersebut dan menyebutnya sebagai "kata-kata kasar" yang konsisten dengan "umpatan dan keluhan mengenai Donald Trump" dari pihak Korea Utara.
"Faktanya bahwa Korea Utara merupakan negara yang melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Korea Utara yang mengancam akan menembakkan rudal nuklir ke Jepang dan Korea Selatan dan Amerika Serikat," kata PM Turnbull kepada radio 3AW di Melbourne.
"Justru Korea Utara yang mengancam stabilitas dunia," katanya seraya menambahkan, "Ini rezim yang harus kembali pada akal sehat dan menghentikan tindakan sembrono mereka."
Australia adalah salah satu penerima surat tersebut, namun PM Turnbull mengatakan surat itu tidak secara spesifik mengatakan sesuatu mengenai Australia. "Mereka sudah mengirimnya ke banyak negara lain, seperti surat edaran," katanya.
Pertanda positif
Menteri Luar Negeri Julie Bishop mengatakan bahwa surat tersebut merupakan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Korea Utara dan menyebutnya sebagai tanda positif.
"Saya melihatnya sebagai bukti bahwa strategi kolektif tekanan diplomatik dan ekonomi secara maksimum melalui sanksi terhadap Korea Utara sedang berjalan," kata Menlu Bishop.
"Ini respons terhadap tekanan yang dilakukan Australia, Amerika Serikat, China, Jepang, Korea Selatan dan negara-negara lain ke Korea Utara sehingga tidak lagi berperilaku provokatif dan mengancam dan akan kembali ke meja perundingan," ucapnya.
"Saya pikir hal ini menunjukkan bahwa mereka putus asa, merasa terisolasi, mencoba mengutuk AS, mencoba untuk memecah-belah masyarakat internasional," jelasnya.
Meskipun dia menyebutnya sebagai pertanda positif, namun bahasa yang dipergunakan dalam surat itu mencerminkan suara rezim tersebut tentang pemimpin AS.
Surat itu menyerukan "kewaspadaan tinggi terhadap gerakan Pemerintahan Trump yang keji dan sembrono yang berusaha menyeret dunia ke dalam bencana nuklir yang mengerikan".
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.