REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump kemungkinan besar akan meninggalkan kebiasan presiden-presiden AS lainnya untuk mengunjungi zona demiliterisasi di perbatasan Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) saat dia mengunjungi Asia bulan depan.
Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan, dia tidak mengesampingkan kesempatan Trump untuk mengunjungi zona demilitarisasi tersebut. Namun, kepada wartawan ia mengatakan pemberhentian di zona demilitarisasi bukanlah yang penting. "Kami tidak berpikir (kunjungan) itu akan memberikan pesan apapun," kata pejabat tersebut, dikutip CNN.
Trump telah menggunakan retorika keras terhadap Korut, yang membuat rezim itu terus memberikan ancaman terhadap AS. Saat beberapa anggota pemerintahannya menganjurkan agar AS membuka perundingan dengan Korut, Trump justru meremehkan potensi diplomasi itu.
Presiden AS sebelumnya, dan bahkan beberapa anggota pemerintahan Trump sendiri, telah melakukan kunjungan ke zona demiliterisasi untuk menunjukkan tekad melawan Korut. Namun, sejumlah pakar keamanan memperingatkan, ketegangan yang semakin meningkat antara AS dan Korut membuat kunjungan Trump ke zona demiliterisasi menjadi terlalu provokatif.
Zona demiliterisasi yang ada di perbatasan ini memiliki lebar 2,5 mil dan panjang 150 mil. Zona ini telah menjadi tempat tujuan wisata di Korsel dan tujuan kunjungan dari para pejabat tinggi dunia.
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson berkunjung ke wilayah itu pada Maret lalu. Wakil Presiden AS Mike Pence juga mengunjungi perbatasan tersebut dalam kunjungannya ke Asia pada April. Presiden AS Ronald Reagan, Bill Clinton, George W Bush, dan Barack Obama juga mengunjungi zona demiliterisasi itu selama masa jabatan mereka.
Korsel adalah salah satu dari beberapa pemberhentian dalam kunjungan sembilan hari Trump ke Asia. Ia juga akan berkunjung ke Tokyo, Beijing, Hanoi dan Da Nang di Vietnam, serta Manila.