Rabu 25 Oct 2017 10:20 WIB

Sudah Sembilan Kali Rusia Memveto DK PBB demi Assad

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Duta Besar Rusia untuk PBB  Vassily Nebenzia.
Foto: Xinhua
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia telah menggunakan hak veto terhadap rancangan resolusi yang diajukan AS terkait penyelidikan serangan senjata kimia gas sarin di Khan Sheikhun, Suriah. Rancangan resolusi itu akan memperpanjang penyelidikan selama satu tahun untuk mengetahui siapa yang berada di balik serangan tersebut.

Dengan demikian Rusia akan mengakhiri penyelidikan yang sedang dilakukan Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) terhadap kasus ini. OPCW diperkirakan akan mengeluarkan laporan terbaru pada Kamis (26/10) besok.

 

OPCW yang dikenal sebagai mekanisme investigasi gabungan (JIM), didirikan oleh Rusia dan AS pada 2015 untuk mengidentifikasi pelaku serangan kimia dalam perang enam tahun di Suriah. Mandatnya telah diperbaharui tahun lalu oleh Dewan Keamanan PBB dan harus kembali melakukan pembaharuan pada 17 November mendatang.

 

Ini adalah kesembilan kalinya Rusia menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB untuk memblokir tindakan yang menargetkan sekutunya, Suriah. Setelah Rusia menggunakan hak veto tersebut, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan Moskow sekali lagi telah berpihak kepada para diktator dan teroris yang menggunakan senjata kimia.

 

"Rusia sekali lagi menunjukkan akan melakukan apa pun untuk memastikan rezim Assad yang barbar itu tidak pernah menghadapi konsekuensi setelah terus menggunakan bahan kimia sebagai senjata," kata Haley, dikutip The Guardian.

 

Cina dan Kazakhstan abstain dari pemungutan suara untuk rancangan resolusi itu. Sementara Bolivia bergabung dengan Rusia untuk menentang dan 11 negara lain menyatakan mendukung.

 

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan penggunaan hak veto bukan berarti penyelidikan telah ditutup. Menurutnya, Moskow akan berusaha mengubah mandat OPCW untuk memastikan agar organisasi tersebut tidak memihak.

 

"Kami tidak menutup JIM. Kami hanya sama sekali tidak mengambil keputusan memperpanjangnya hari ini. Kami akan kembali ke penyelidikan," ujar Nebenzia.

 

Inggris, Prancis, dan AS sepakat pemungutan suara lanjutan dapat diadakan dalam beberapa minggu mendatang, untuk memungkinkan OPCW melanjutkan pekerjaannya. Namun Nebenzia menuduh AS dan mitra-mitranya itu mendesak adanya pemungutan suara untuk mencemarkan nama baik Rusia.

 

"Apa yang terjadi hari ini tidak terlalu menyenangkan. Kami melihat tontonan yang telah direncanakan dengan baik, untuk mempermalukan satu negara," ungkapnya.

 

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan di Moskow, Kementerian Luar Negeri Rusia menegaskan mereka memiliki hak untuk mempelajari laporan OPCW terlebih dahulu. Hal ini dilakukan sebelum mereka membuat penilaian dan menuduh AS telah mencoba untuk memaksakan kehendaknya.

 

Resolusi membutuhkan sembilan suara untuk bisa diadopsi di Dewan Keamanan PBB. Namun lima negara, yaitu Inggris, Cina, Prancis, Rusia, dan AS, dapat memblokir resolusi itu dengan hak veto mereka.

 

Inggris, Prancis, dan AS telah menuduh pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad melakukan serangan kimia di Desa Khan Sheikhun yang dikuasai oposisi, pada 4 April lalu. Serangan tersebut telah menewaskan 87 orang, termasuk di antaranya adalah anak-anak.

 

Serangan ini mendorong AS untuk menembakkan rudal jelajah ke sebuah pangkalan udara Suriah. Bulan lalu, penyelidik kejahatan perang PBB mengatakan mereka memiliki bukti angkatan udara Suriah berada di balik serangan tersebut, meskipun Damaskus telah berulang kali menyangkalnya.

 

Rusia berpendapat, serangan sarin mungkin disebabkan oleh bom di darat, bukan oleh serangan udara yang dilakukan Suriah seperti yang dituduhkan oleh barat. Sementara OPCW telah menetapkan senjata yang digunakan dalam serangan ini adalah gas sarin, namun mereka belum menyalahkan siapapun.

 

OPCW telah menyimpulkan pasukan pemerintah Suriah bertanggung jawab atas serangan klorin di tiga desa pada 2014 dan 2015 dan Isis menggunakan gas mustard pada 2015. OPCW sedang mengkaji lebih dari 60 kasus penggunaan senjata kimia yang diduga dilakukan di Suriah, termasuk serangan gas sarin yang terjadi pada 30 Maret lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement