Rabu 25 Oct 2017 13:18 WIB

Tragedi Rohingya, AS Pertimbangkan Sanksi Terhadap Myanmar

Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson saat tiba di pangkalan militer Nur Khan Pakistan di Islamabad, Selasa (24/10).
Foto: Aamir Qureshi/Pool Photo via AP
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson saat tiba di pangkalan militer Nur Khan Pakistan di Islamabad, Selasa (24/10).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat akan mengambil langkah dan mempertimbangkan serangkaian tindakan lebih lanjut mengenai perlakuan Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya, termasuk sanksi yang ditargetkan berdasarkan undang-undang Global Magnitsky, demikian Departemen Luar Negeri AS pada Senin (23/10).

"Kami mengungkapkan keprihatinan kami yang paling dalam dengan kejadian baru-baru ini di negara bagian Rakhine Myanmar dan tindak kekerasan di sana, siksaan traumatis terhadap Rohingya dan komunitas lainnya yang bertahan," kata Deplu AS dalam sebuah pernyataan.

Deplu menambahkan, sangat penting setiap individu atau entitas bertanggung jawab atas tindak kekejaman, termasuk pelaku dan warga negara non-negara bagian juga turut bertanggung jawab.

Muslim Rohingya telah meninggalkan Myanmar secara besar-besaran sejak akhir Agustus, ketika serangan gerilyawan Rohingya memicu respons militer yang ganas. Hal itu menyebabkan orang-orang melarikan diri dan menuduh pasukan keamanan melakukan pembakaran, pembunuhan dan pemerkosaan.

AS akan Sebut 'Pembersihan Etnis' untuk Krisis Rohingya

Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan pada Rabu pekan lalu AS berpendapat kepemimpinan militer Myanmar yang bertanggung jawab atas tindakan kerasnya terhadap minoritas Muslim Rohingya.

Tillerson secara mendadak menyebutkan AS akan mengambil langkah terhadap para pemimpin militer Myanmar, karena sebuah serangan yang telah mendorong lebih dari 600 ribu Muslim Rohingya keluar dari negara tersebut, sebagian besar ke negara tetangga Bangladesh.

Departemen Luar Negeri AS membuat pengumuman itu menjelang kunjungan Presiden Donald Trump ke daerah tersebut awal bulan depan, ketika dia akan menghadiri pertemuan puncak negara-negara ASEAN, termasuk Myanmar, di Manila.

Hal tersebut menandai tanggapan terkuat AS sejauh ini dalam krisis Rohingya selama sebulan, namun gagal menerapkan senjata ampuh Washington berupa sanksi ekonomi yang lebih luas, yang ditangguhkan di bawah pemerintahan Obama.

Kritikus menuduh pemerintahan Trump bertindak terlalu lambat dan ketakutan dalam menanggapi krisis Rohingya. Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada Senin, mereka sedang mendalami mekanisme tanggung jawab yang tersedia berdasarkan undang-undang AS, termasuk sanksi yang ditargetkan Global Magnitsky.

Langkah-langkah yang diambil termasuk mengakhiri keringanan pemberian izin perjalanan untuk anggota militer saat ini dan mantan anggota militer di Myanmar serta unit pembatas dan petugas di negara bagian Rakhine utara dari bantuan AS.

"Kami telah membatalkan undangan untuk pasukan keamanan senior Birma (Myanmar) untuk menghadiri acara yang disponsori AS, kami bekerja sama dengan mitra internasional untuk mendesak Birma mengizinkan akses tanpa hambatan ke wilayah yang relevan untuk Misi Pencarian Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi kemanusiaan internasional, dan media," demikian pernyataan itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement