REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Inggris telah mengajukan draf resolusi Dewan Keamanan PBB untuk mengecam aksi kekerasan dan persekusi terhadap Muslim Rohingya di Myanmar. Dalam draf tersebut, Inggris mendesak agar operasi militer Myanmar di negara bagian Rakhine dihentikan.
Draf atau rancangan resolusi tersebut telah dikirim ke anggota Dewan Keamanan PBB pada Rabu (25/10). Resolusi yang diajukan Inggris menyatakan keprihatinan serius terkait laporan atau kesaksian yang menyatakan bahwa pasukan keamanan dan tentara Myanmar telah mengerahkan kekuatan yang tidak proporsional, menghancurkan permukiman Rohingya, serta melakukan kekerasan seksual terhadap para perempuan Rohingya.
Dalam draf tersebut Inggris pun mengecam serangan yang dilakukan gerilyawan Rohingya pada 25 Agustus yang mengakibatkan terjadinya operasi militer di Rakhine. Kendati demikian, Inggris tetap menuntut Myanmar sebagai pihak yang harus segera menyelesaikan krisis di Rakhine.
Penyelesaian akar penyebab krisis ini harus dilakukan dengan menghormati hak asasi manusia, tanpa diskriminasi, dan bebas dari bias etnisitas atau afiliasi keagamaan. "Termasuk membiarkan kebebasan bergerak, akses yang setara terhadap layanan dasar, dan akses yang setara terhadap kewarganegaraan penuh untuk orang-orang yang tergabung dalam komunitas Rohingya," tulis Inggris dalam draf resolusinya, seperti dikutip laman Washington Post.
Jika draf resolusi diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB, ini akan menjadi yang perdana dalam krisis bertahun-tahun di Myanmar. Namun para diplomat di Dewan Keamanan mengatakan, draf resolusi ini akan mendapatkan penentangan dari Cina. Kendati demikian, mereka tak menerangkan lebih terperinci perihal penentangan dimaksud.
Lebih dari 600 ribu etnis Rohingya telah meninggalkan Rakhine, Myanmar, menuju Bangladesh. Mereka mengungsi guna menghindari operasi militer Myanmar di desa-desanya, yang menurut pengakuan mereka, sangat brutal.
Militer Myanmar disebut tak segan untuk memberondong penduduk dengan tembakan dan kemudian membumihanguskan permukiman mereka. Kini ratusan ribu pengungsi Rohingya hidup di kamp dan tenda-tenda pengungsi di zona perbatasan Bangladesh. Mereka hanya mengandalkan bantuan kemanusiaan dari dunia internasional untuk bertahan hidup.