REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson, Kamis (26/10), telah menjalin komunikasi via telepon dengan Jenderal Senior Myanmar Min Aung Hlaing. Dalam pembicaraan tersebut, Tillerson mendesak Min Aung Hlaing menghentikan kekerasan dan menerima kembali Muslim Rohingya yang saat ini masih mengungsi di Bangladesh.
Tillerson mendesak kepala tentara, Jenderal Min Aung Hlaing mendukung Pemerintah Myanmar mengakhiri kekerasan dan membiarkan kembalinya etnis Rohingya yang melarikan diri dari negara tersebut, kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.
Selain itu, Tillerson mendesak militer Myanmar memfasilitasi bantuan kemanusiaan bagi Muslim Rohingya yang kehilangan rumah dan tempat tinggalnya. Ia pun meminta militer Myanmar mengizinkan akses media serta bersikap kooperatif terhadap penyelidikan yang sedang dilakukan PBB terkait dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia diRakhine.
Departemen Luar Negeri AS tengah mempertimbangkan secara formal menyatakan kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Rakhine merupakan tindakan pembersihan etnis. Selain itu, AS pun telah menyatakan akan menjatuhkan sanksi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam aksi brutal tersebut,termasuk jenderal-jenderal Myanmar. Adapun salah satu bentuk sanksi itu adalah pembekuan aset oleh AS.
Tekanan telah meningkat untuk respons AS yang lebih keras terhadap krisis Rohingya menjelang kunjungan perdana Presiden Donald Trump ke Asia bulan depan ketika dia akan menghadiri pertemuan puncak negara-negara Asia Tenggara di Manila.
Sebelumnya,Jenderal Senior Myanmar Min Aung Hlaing telah menyatakan Rohingya bukanlah penduduk asli negaranya. Ia mengklaim Inggris bertanggung jawab atas kehadiran Rohingya di Myanmar sewaktu mereka masih menjajah negaranya.
"Orang-orang Bengali (sebutan untuk merendahkan Rohingya) tidak dibawa ke negara ini oleh Pemerintah Myanmar, tapi oleh penjajah. Mereka bukan penduduk asli (Myanmar)," ujar Min Aung Hlaing, Kamis (12/10).
Kemudian terkait operasi militer di negara bagian Rakhine yang memicu gelombang pengungsi, Min Aung Hlaing menuding warga Rohingya terlibat dalam aksi separatis yang mengincar tentara Myanmar. "Warga Bengali lokal terlibat dalam serangan di bawah kepemimpinan ARSA (Tentara Pembebasan Rohingya Arakan). Itulah sebabnya mereka mungkin telah melarikan diri karena merasa tidak aman," ujarnya.
Sejak operasi militer Myanmar terjadi pada 25 Agustus, lebih dari setengah juta warga Rohingya di Rakhine mengungsi ke Bangladesh. Mereka mengungsi dengan maksud menyelamatkan diri dari aksi brutal militer Myanmar.