REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Lebih dari 300 rabi di Amerika Serikat (AS) mendesak Israel agar menghentikan penjualan senjata ke Myanmar. Menurut mereka Myanmar telah jelas melanggar hak asasi manusia kelompok minoritas yakni Muslim Rohingya.
Sebanyak 300 rabi ini dalam aksinya menerbitkan sebuah petisi. Adapun penggagas penerbitan petisi ini adalah Truah, yakni jaringan rabi yang berfokus pada persoalan hak asasi manusia.
David Saperstein, mantan duta besar untuk kebebasan beragama pada era pemerintahan Barack Obama juga turut berpartisiasi dalam aksi tersebut. "Sebagai warga Amerika dan sebagai orang Yahudi, kami menolak untuk menerima keterlibatan oleh AS atau Israel dalam melatih atau mempersenjatai militer yang melakukan pembersihan etnis brutal terhadap populasi minoritas, tulis Truah dalam petisinya, seperti dikutip laman Middle East Monitor, Jumat (27/10).
Isu perdagangan senjata Israel kepada Myanmar telah menjadi sorotan setelah adanya pengungkapan bahwa Tel Aviv mengirim senjata ke negara tersebut. Hal ini bertentangan dengan embargo senjata oleh AS dan Eropa.
Israel belum membeberkan rincian hubungannya dengan pemerintah militer Myanmar, tetapi catatan publik menunjukkan bahwa mereka telah menjual kapal patroli bersenjata, senjata api, dan peralatan pengintai. Pasukan khusus Myanmar juga telah dilatih oleh orang Israel.
Seorang pengacara hak asasi manusia, Eitay Mack telah mengajukan serentetan petisi ke pengadilan Israel dalam upaya untuk menjelaskanrincian perdagangan Israel dengan rezim tersebut. Dia mengatakan kasus tersebut dirancang untuk mempercepat investigasi kejahatan perang terhadap pejabat dan kontraktor yang terlibat.
"Banyak negara Barat menjual senjata, tapi yang unik dari Israel adalah,di manapun kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan, Andaakan menemukan Israel hadir," kata Mack.