Ahad 29 Oct 2017 13:04 WIB

Israel Tunda Pemungutan Suara RUU Permukiman

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Perumahan Yahudi di Area C Tepi Barat
Foto: Press TV
Perumahan Yahudi di Area C Tepi Barat

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemungutan suara untuk mengesahkan RUU permukiman di Yerusalem telah ditunda pada Ahad (29/10). Sebelumnya, Komite Kementerian untuk Perundang-Undangan telah merencanakan melakukan pemungutan suara tersebut pada hari ini.

"Versi RUU itu telah mengundang tekanan internasional dan memicu masalah hukum yang sulit. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak dapat meneruskan versi tersebut saat ini," kata seorang tokoh senior dalam koalisi pemerintahan, yang meminta namanya dirahasiakan kepada Haaretz.

Para pejabat Israel mengatakan RUU tersebut memerlukan persiapan diplomatik lebih lanjut. Penundaan ini dianggap sebagai sinyal Netanyahu ingin terlebih dahulu membahas RUU tersebut dengan Gedung Putih AS, yang kini tengah berusaha memulai kembali perundingan damai Israel-Palestina.

Koalisi pemerintahan melihat RUU, yang juga dikenal dengan Greater Jerusalem Bill, ini sebagai proyek lanjutan dari proposal yang diajukan Menteri Urusan Yerusalem Zeev Elkin. Proposal tersebut ditujukan untuk memisahkan lingkungan Palestina di Yerusalem Timur dari yurisdiksi kota.

Permukiman yang terkena dampak adalah Maale Adumim, Beitar Illit, Efrat, Givat Zeev, dan blok permukiman Gush Etzion. Menteri Intelijen dan Transportasi Israel Yisrael Katz, yang telah mendorong RUU tersebut, mengatakan akan menambah 150 ribu orang lagi ke Yerusalem untuk memperkuat mayoritas Yahudi.

Akan tetapi, jika RUU itu disahkan, maka dapat memancing kritik internasional yang cukup keras terhadap Israel. Hal ini dinilai sebagai langkah awal menuju penguasan penuh wilayah sekitar Yerusalem.

Bagi sebagian besar masyarakat internasional, status permukiman Israel yang dibangun di atas tanah orang-orang Palestina harus diputuskan dalam perundingan damai. RUU tersebut juga telah menarik kritik keras dari orang-orang Palestina dan mereka yang berharap dapat menyelamatkan solusi dua negara.

Israel menduduki Tepi Barat, termasuk Yerusalem timur, dalam Perang Enam Hari pada 1967. Namun penguasaan Yerusalem timur oleh Israel tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement