Ahad 29 Oct 2017 20:35 WIB

Bangladesh Tekan Populasi Rohingya

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Citra Listya Rini
 Ribuan pengungsi muslim Rohingya yang mealrikan diri dari Myanmar, tertahan di perbatasan di Palong Khali, Bangladesh, Selasa (17/10).
Foto: AP/Dar Yasin
Ribuan pengungsi muslim Rohingya yang mealrikan diri dari Myanmar, tertahan di perbatasan di Palong Khali, Bangladesh, Selasa (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, PALONGKHALI -- Bangladesh berencana memperkenalkan sterilisasi sukarela di kamp pengungsian Rohingya yang padat untuk menekan populasinya. Pejabat setempat telah meminta pemerintah menyetujui rencana untuk meluncurkan vasektomi bagi pria dan tubektom bagi wanita Rohingya.

"Sterilisasi jantan adalah cara terbaik untuk mengendalikan populasi. Jika seorang pria disterilkan, dia tidak bisa menjadi ayah bahkan jika dia menikah empat atau lima kali," kata Pintu Kanti Bhattacharjee, yang memimpin dinas keluarga berencana di distrik Cox's Bazar.

Saat ini, tercatat hampir satu juta pengungsi tengah berjuang untuk mendapatkan tempat di kamp pengungsian yang sempit. Sebagian besar dari mereka hidup dalam kondisi putus asa dengan keterbatasan akses terhadap makanan, sanitasi, atau fasilitas kesehatan.

Bhattacharjee mengatakan, hanya ada sedikit kesadaran akan pengendalian kelahiran di dalam masyarakat Rohingya. Dinas keluarga berencana telah meluncurkan kontrasepsi, namun sejauh ini mereka hanya berhasil mendistribusikan 549 paket kondom di antara para pengungsi, yang enggan menggunakannya.

Menurut dia, keluarga besar adalah hal normal di kamp-kamp pengungsian. Beberapa orang tua memiliki 19 anak dan banyak pria Rohingya yang memiliki lebih dari satu istri.

Banyak pengungsi mengatakan, mereka yakin sebuah keluarga besar akan membantu mereka bertahan hidup di kamp-kamp. Saat akses terhadap makanan dan air menjadi pertempuran sehari-hari, anak-anak sering dikirim untuk mengambil dan membawa persediaan makanan.

Farhana Sultana, seorang sukarelawan di dinas keluarga berencana yang bekerja dengan pengungsi Rohingya di kamp-kamp tersebut, mengatakan banyak wanita yang percaya pengendalian kelahiran adalah dosa.

"Di Rakhine mereka tidak pergi ke klinik keluarga berencana, karena khawatir pemerintah Myanmar akan memberi obat yang merugikan mereka atau anak-anak mereka," kata Sultana, dikutip News Strait Times.

Sabura, ibu dari tujuh orang anak, mengatakan suaminya yakin mereka bisa menghidupi satu keluarga besar. "Saya berbicara dengan suami saya tentang tindakan pengendalian kelahiran, tapi dia tidak yakin, dia diberi dua kondom tapi dia tidak menggunakannya," kata Sabura.

"Suami saya mengatakan, kami membutuhkan lebih banyak anak karena kami memiliki tanah di Rakhine. Kami tidak perlu khawatir bagaimana memberi mereka makan," ujar dia.

Bangladesh telah bertahun-tahun sukses menjalankan program sterilisasi domestik. Mereka menawarkan 28 dolar AS kepada setiap orang yang setuju untuk menjalani prosedur ini.

Setiap bulan, 250 orang menjalani sterilisasi di kota perbatasan Cox's Bazar. Namun menerapkan prosedur permanen pada warga negara non-Bangladesh memerlukan persetujuan dari komite yang dipimpin oleh menteri kesehatan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement