Senin 30 Oct 2017 11:02 WIB

Peneliti ASC: ASEAN tak Bisa Jatuhkan Sanksi Buat Myanmar

Tentara Myanmar berpatroli di Kota Laukkai, Ibu Kota Kokang.
Foto: irrawaddy.org
Tentara Myanmar berpatroli di Kota Laukkai, Ibu Kota Kokang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari ASEAN Studies Center (ASC) UGM Yogyakarta, Karina Larasati, berpendapat ASEAN tidak tidak bisa melakukan intervensi terhadap Myanmar dalam kasus kekerasan yang dilakukan terhadap etnis minoritas Rohingya.

"Tidak bisa, karena ASEAN memang tidak punya kapasitas untuk melakukan intervensi apalagi sampai pemberian sanksi," ujar Karina saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan, sejatinya ASEAN merupakan wadah untuk membuka forum dengan mengajak para pemimpin negara-negara di kawasan untuk mendiskusikan suatu masalah. Namun forum tersebut biasanya hanya akan memberikan masukan atau saran atas permasalahan yang terjadi, sehingga ASEAN sebagai organisasi tidak bisa ikut campur ke urusan dalam negeri anggotanya.

"Dari tawaran solusi yang didapat, kembali ke keputusan negara yang bersangkutan apakah mau menerima atau tidak, itu hak mereka," pungkas Karina menambahkan.

Karina mencontohkan, sebelumnya juga sudah ada tim pengawas yang diturunkan PBB untuk meneliti kasus tersebut di Myanmar namun mereka tidak bisa masuk ke negara tersebut karena mereka pun juga tidak punya mandat. Jika memang negara, dalam hal ini Myanmar, tidak memberikan otoritasnya kepada pihak luar maka penelusuran atau pemeriksaan di dalam Myanmar pun tidak bisa dilakukan.

Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB sedang menimbang sebuah draft resolusi berisi tekanan kepada Myanmar untuk mengakhiri siklus kekerasan yang telah membuat ratusan ribu warga Rohingya mengungsi.

Rancangan resolusi yang diajukan Inggris dan Prancis itu akan menyeru pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan operasi militer dan memastikan para pengungsi Rohingya yang kini mengungsi di Bangladesh bisa kembali dengan selamat ke negerinya.

Rancangan resolusi setebal enam halaman ini tidak mencantumkan sanksi, namun berisi tuntutan-tuntutan nyata kepada Myanmar. Draft ini juga mendesak Myanmar membuka akses untuk para pekerja kemanusiaan untuk masuk Rakhine dan juga berisi desakan agar para penyelidik HAM PBB diberi akses ke Rakhine guna melaporkan tuduhan kekejaman dan menyerukan penunjukkan penasihat khusus PBB untuk Myanmar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement