REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ratusan Muslim dari berbagai ormas Islam di Amerika Serikat (AS) menggelar demonstrasi di depan Gedung Putih, Ahad (29/10). Mereka memprotes kekerasan terhadap Rohingya di Myanmar dan meminta AS mengambil tindakan guna mengakhirinya.
Aksi ini diikuti oleh beberapa organisasi Muslim, antara lain Council on American-Islamic Relations (CAIR), Islamic Society of North America (ISNA), Muslim American Society (MAS), dan lainnya. Mereka membawa spanduk yang mengecam pemerintahan Myanmar, beberapa di antaranya bertuliskan "Hentikan genosida di Rakhine sekarang" dan "Selamatkan saudara-saudara kita di Myanmar".
Dalam aksinya, massa dari berbagai ormas Islam tersebut mendesak pemerintahan Donald Trump untuk bertindak lebih efektif dalam merespons kekerasan di Rakhine serta menggunakan pengaruhnya terhadap pemerintah Myanmar. "Jika ini bukan genosida, saya tidak tahu disebut apa ini," ujar Oussama Jammal, Sekretaris Jenderal Dewan Organisasi Muslim AS (USCMO), dalam aksi tersebut, dikutip laman Anadolu Agency.
Presiden Pusat All Dulles Area Muslim Society (ADAMS) Seyid Mukher mengatakan, bahwa Muslim AS harus memberi kesan kepada pemerintah AS untuk bertindak melawan kekerasan terhadap Rohingya di Rakhine. "Genosida ini terjadi di negara bagian Rakhine kemarin. Kekerasan terjadi hari ini, tapi seharusnya tidak terjadi besok," ucapnya.
Kendati demonstrasi ini cukup riuh oleh massa, namun aksi berakhir tanpa ada gesekan. Massa dari berbagai ormas Islam itu bubar setelah menyampaikan dan menyuarakannya tentang kekerasan terhadap Rohingya.
Departemen Luar Negeri AS, pada Ahad, mengatakan, bahwa delegasi AS yang dipimpin oleh Asisten Sekretaris Menteri Luar Negeri Simon Henshaw akan menggelar pertemuan di Myanmar dan Bangladesh. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas kekerasan yang masih berlangsung di Rakhine serta akses bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Rohingya di zona perbatasan Bangladesh.
"Delegasi akan bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan guna membahas tanggapan AS dan internasional terhadap krisis yang sedang berlangsung dan untuk mengeksplorasi solusi jangka panjang," kata Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataannya.
Pertemuan antara delegas AS dengan pejabat dari Bangladesh dan Myanmar akan digelar kembali pada 4 November mendatang. Lebih dari 600 ribu etnis Rohingya telah meninggalkan Rakhine, Myanmar, menuju Bangladesh.
Kini ratusan ribu pengungsi Rohingya hidup di kamp dan tenda-tenda pengungsi di zona perbatasan Bangladesh. Mereka hanya mengandalkan bantuan kemanusiaan dari dunia internasional untuk bertahan hidup.