REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Diskon besar-besaran di sejumlah hotel terbaik di Perth, Australia Barat, di tengah maraknya akomodasi baru dan persaingan dari situs Airbnb, telah menyebabkan harga kamar di hotel bintang lima tersebut menukik tajam hingga 127 dolar AS (atau setara Rp 1,27 juta) per malam.
Data yang dikeluarkan oleh perusahaan data pasar hotel, STR, itu menunjukkan tingkat permintaan rata-rata harian di Perth telah turun 8 persen menjadi 168 dolar AS (atau setara Rp 1,68 juta) per malam, dibandingkan dengan 223 dolar AS (atau setara Rp 2,23 juta) per malam di Sydney dan 182 dolar AS (atau setara Rp 1,82 juta) per malam di Melbourne.
Kondisi itu sangat kontras dengan puncak ledakan pertambangan di tahun 2012, ketika tingkat permintaan rata-rata di Perth adalah 300 dolar AS (atau setara Rp 3 juta) per malam dan tingkat hunian mencapai 90 persen. Serangkaian pembangunan hotel baru yang dibuka baru-baru ini di Perth, termasuk hotel Crown Towers dan Intercontinental, telah menambah kompetisi itu.
Pada saat yang sama, data yang baru-baru ini dikeluarkan oleh lembaga Bankwest Curtin Economics Center menunjukkan, jumlah sewa kamar/properti di Airbnb telah melonjak tajam -naik 50 persen menjadi lebih dari 8.000 pendaftar dalam beberapa tahun terakhir.
Lebih banyak hotel juga selesai dibangun di Perth. Mereka termasuk Ritz-Carlton di kawasan Elizabeth Quay, hotel Westin di pusat kota Perth dan Courtyard by Marriott. Perkembangan tersebut akan menambah 3.000 kamar lagi, atau 48 persen dari persediaan saat ini, ke pasar Perth dalam beberapa tahun ke depan.
Pascalonjakan tambang, okupansi hotel terjun
Juru bicara STR, Matthew Burke, mengatakan bahwa ini adalah cerita yang sangat berbeda dari kejayaan yang dialami lima tahun lalu, ketika tarif kamar naik tajam saat ribuan orang tiba setiap bulannya. "Pasokan tahun ini naik di bawah 10 persen, jadi saat Anda menambahkan sekitar 1.000 kamar per malam ke pasar, itu artinya banyak kamar kosong," sebut Burke.
"Apa yang sekarang Anda lihat adalah tingkat hunian hotel yang rendah di kisaran 70 persen, dan ketika tingkat okupansi hotel di bawah tekanan, maka secara alami mereka akan menggunakan harga untuk mencoba menarik pelanggan."
Presiden Asosiasi Hotel Australia Barat, Bradley Woods, sepakat bahwa hotel berada di bawah tekanan untuk menurunkan harga setelah periode lonjakan pertambangan.
"Selama dua tahun ke depan, akan ada 2.000 kamar lagi yang masuk ke pasar hotel Perth, jadi berarti akan ada pasokan yang lebih banyak lagi," sebutnya.
"Akan ada tiga atau empat hotel bintang 4,5 baru di Perth, kami punya dua hotel bintang lima lagi yang segera buka, yakni Ritz-Carlton dan Hotel Westin, dan ada juga lainnya di pasar hotel bintang 3 dan 4. "
Tapi Woods mengatakan bahwa harga kompetitif yang ditawarkan tidak akan bertahan lama. "Mungkin akan ada proses stabilisasi, dan itu berarti harga yang ditawarkan sekarang pasti hanya berlaku dalam jangka pendek," katanya.
"Jadi sekarang saatnya untuk membeli beberapa paket luar biasa yang ada untuk menginap di hotel bintang lima yang benar-benar bagus di Perth.”
"Itu tak akan berlangsung lama, jadi jika Anda ingin memiliki pengalaman itu atau menikmati akhir pekan yang hebat, sekarang adalah waktunya."
Tapi Burke percaya bahwa sejumlah besar kamar yang masuk ke pasar akan menyulitkan hotel untuk menaikkan harga dalam waktu dekat.
Ia mengatakan tingkat akomodasi berdiskon akan membuat kota ini lebih menarik bagi pengunjung antar negara bagian di Australia dan internasional, namun menghasilkan kondisi pariwisata seperti itu memerlukan waktu.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.