Kamis 02 Nov 2017 01:47 WIB
Perancis Terbitkan UU Antiterorisme

Komunitas Muslim Prancis Merasa Terancam

Rep: Taufik Alamsyan Nanda/ Red: Agus Yulianto
Edouard Philippe (kiri) dan Emmanuel Macron.
Foto: The Telegraph
Edouard Philippe (kiri) dan Emmanuel Macron.

REPUBLIKA.CO.ID, PERANCIS -- Dua tahun setelah peristiwa teror yang merenggut 130 jiwa di Paris, Pemerintah Prancis secara resmi mengakhiri status keadaan darurat. Sebagai penggantinya, pemerintah telah menerbitkan undang-undang keamanan baru yang menurut para kritikus merongrong kebebasan sipil.

Undang-undang antiterorisme yang efektif berlaku mulai Rabu (1/11) tersebut memberi wewenang kepada polisi untuk menggeledah properti, melakukan penyadapan elektronik dan menutup masjid atau lokasi lain yang diduga menyampaikan ujaran kebencian. "Beberapa pihak takut setelah penghentian status keadaan darurat bisa terjadi penurunan kewaspadaan, namun justru sebaliknya," ujar Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe saat kunjungan singkat ke petugas polisi yang menjaga Menara Eiffel, seperti yang dikutip dari arabnews.com.

Philippe menegaskan, bahwa tingkat ancaman terhadap keamanan berada pada level yang tinggi di berbagai belahan dunia. Hal tersebut mengacu pada serangan di New York pada hari Selasa (31/10) saat seorang sopir truk menabrakkan diri pada kerumunan dan membunuh delapan orang.

Perundang-undangan baru tersebut menggarisbawahi beberapa tindakan yang terkandung dalam status keadaan darurat sebelumnya menjadi undang-undang, meski dengan beberapa modifikasi. Salah satunya adalah memungkinkan Kementerian Dalam Negeri, tanpa persetujuan dari hakim, untuk menetapkan status keamanan dalam keadaan bahaya jika terjadi ancaman. Sehingga membatasi pergerakan orang dan kendaraan serta mengerahkan aparat untuk melakukan pencarian di sekitar wilayah tersebut.

Politisi konservatif memperingatkan, bahwa peraturan tersebut tidak akan berjalan efektif. Sementara itu, kelompok hak asasi manusia dan politisi kiri mengkhawatirkan terjadi penyalahgunaan kekuasaan melalui undang-undang tersebut.

"Perancis telah menjadi sangat kecanduan keadaan darurat sehingga sekarang menyuntikkan beberapa hal yang membahayakan ke dalam undang-undang," ujar Human Rights Watch sebelum parlemen mendukung undang-undang tersebut bulan lalu.

Badan pengawas hak asasi manusia Prancis, sebuah lembaga independen, mengatakan, bahwa mereka prihatin dengan pelanggaran hak-hak Muslim. Dewan Muslim Perancis, juru bicara resmi negara dalam peraturan kegiatan keagamaan Muslim, mengatakan, akan tetap mewaspadai pelaksanaan undang-undang tersebut.

Namun, kekhawatiran yang dikemukakan oleh kelompok hak asasi semacam tidak mendapatkan sambutan publik. Jajak pendapat yang dilakukan pada awal Oktober menunjukkan lebih dari 80 persen masyarakat mendukung rancangan undang-undang tersebut.

Pemerintah mengatakan, status keadaan darurat telah membantu badan intelijen untuk menggagalkan lebih dari 30 rencana serangan teror. Presiden Emmanuel Macron mengatakan, bahwa Islam militan tetap merupakan ancaman keamanan terbesar bagi Perancis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement