REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Penjaga pantai Libya yang didukung Eropa, telah mencegat kapal berisi 150 migran yang sedang mencoba mencapai Italia, pada Sabtu (4/11). Para penjaga itu tengah berpatroli untuk memblokir tingginya arus penyeberangan migran di perairan internasional Laut Mediterania.
Migran-migran itu berdesak-desakan di dalam satu kapal karet berukuran sedang. Mereka dicegat di lepas pantai antara kota Al Khoms dan Garabulli, sebelah timur Tripoli, setelah semalaman berada di tengah lautan.
Perahu karet itu sebelumnya telah diguncang oleh ombak besar hingga motor penggeraknya rusak. "Kami berteriak, 'mereka menghalangi kami, mereka menghalangi kami.' Kami menangis, memohon bantuan," kata Patrice Emani (27 tahun), migran dari Mali.
Emani mengaku telah melakukan percobaan kedua untuk menyeberang dari Libya ke Eropa. Dia ditahan di kota Zawiya, Libya barat, pada awal tahun ini, namun keluarganya membayarkan denda sehingga ia bisa dibebaskan.
Kapten kapal penjaga pantai Libya, Kolonel Abdelhamid Adengouz, mengembalikan para migran itu ke pelabuhan Tripoli. Ia mengatakan, para migran berhasil diselamatkan dari kapal yang hampir tenggelam dalam kondisi yang sulit, berkat kerja sama dengan Italia.
"Para migran diselamatkan dari kematian. Ada kapal Italia yang membantu kami," kata dia.
Sebagian besar migran yang bepergian ke Eropa melalui laut, memulai titik keberangkatannya dari Libya barat. Di wilayah ini, aksi penyelundupan manusia telah semakin meningkat di tengah banyaknya pelanggaran hukum dan ekonomi.
Namun, ada penurunan keberangkatan migran yang tajam sejak Juli lalu. Hal itu disebabkan karena faksi-faksi bersenjata telah mencegah kapal-kapal untuk meninggalkan wilayah pesisir. Aktivitas unit penjaga pantai Libya yang telah mendapat pelatihan dan dukungan teknis dari Italia dan Uni Eropa, juga telah meningkat.
Kelompok hak asasi manusia telah mengkritik kebijakan Eropa. Mereka mengatakan, tidak ada migran yang harus dikembalikan ke negara tempat mereka harus menghadapi pelecehan yang meluas.
Setelah para migran dibawa kembali ke Libya, mereka didata oleh badan-badan internasional sebelum dibawa ke pusat penahanan yang penuh sesak. Beberapa dari mereka ditawari kesempatan untuk kembali ke negara mereka, sementara yang lainnya mendekam dalam tahanan dan berusaha mencari jalan keluar.
Sebagian besar migran yang dicegat berasal dari negara-negara Afrika Barat, termasuk Mali, Guinea, dan Nigeria, beberapa di antaranya berasal dari Bangladesh. Mereka mengatakan, mereka telah membayar antara 176 dolar AS sampai 353 dolar AS untuk melakukan perjalanan laut menuju Eropa.
"Saya sangat menderita akan adanya penculikan dan tuntutan tebusan. Mereka menutup mata saya dan memaksa saya untuk memberi mereka uang," kata Christopher Daniel (20), warga Nigeria, yang mengaku pernah ditawan di Kota Sabha tahun lalu.