REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Delegasi Dana Moneter Internasional (IMF) mengunjungi Myanmar pekan ini untuk pemeriksaan ekonomi tahunan. Misi Article 4, sebuah penilaian tahunan yang dilakukan IMF terhadap masing-masing ekonomi negara anggotanya, dimulai pada hari Senin, kata seorang juru bicara IMF.
Ini akan menjadi kunjungan pertama IMF sejak lebih dari setengah juta orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh setelah aksi kekerasan militer yang menurut PBB dinilai sebagai pembersihan etnis. Sementara misi IMF tidak melihat ke dalam politik, namun mereka mempertimbangkan perkembangan politik terhadap ekonomi.
Sejauh ini, tidak ada tanda-tanda bahwa krisis tersebut memiliki kaitan langsung dengan ekonomi Myanmar. Komunitas internasional telah mengkritik tindakan tentara tersebut dan meminta Aung San Suu Kyi untuk menentang kekejaman tersebut.
Bulan lalu, Bank Dunia membekukan 200 juta dolar AS dana anggaran untuk Myanmar atas krisis Rohingya, meskipun ada keberatan dari beberapa negara anggota seperti China dan Jepang. Dalam sebuah pernyataan pada 12 Oktober lalu, Bank Dunia meminta pemerintah Myanmar untuk mengambil langkah mendesak untuk meredam situasi dan mendukung respon kemanusiaan yang luas dan inklusif. Tinjauan ekonomi IMF tahun lalu memuji kemajuan Myanmar dalam reformasi ekonomi setelah lonjakan pertumbuhan awal karena negara tersebut telah keluar dari isolasi selama puluhan tahun.
Pada saat itu, IMF memproyeksikan pertumbuhan produk domestik bruto sekitar 6,5 persen untuk tahun 2017, dari sekitar 7,3 persen tahun sebelumnya. Pertumbuhan tahun ini diperkirakan mencapai 6,3 persen, menurut data IMF terbaru, sebuah perhitungan berdasarkan transformasi politik yang belum selesai, perlambatan manufaktur secara keseluruhan dan penundaan dalam perizinan konstruksi.
Fokus lain yang mungkin dilakukan untuk misi IMF adalah bank-bank Myanmar, yang berjuang untuk memenuhi perlindungan modal baru yang ketat. Bank Dunia telah meminta pemerintah untuk fleksibel dalam menerapkan peraturan.