REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kelompok hak asasi manusia (HAM) mengecam Israel karena telah menahan jasad lima anggota Jihad Islam Palestina. Mereka adalah korban yang tewas dalam serangan Israel di terowongan yang digali di bawah perbatasan Gaza-Israel pekan lalu.
Pada Ahad (5/11), pemerintah Israel mengumumkan tentara mereka telah menemukan jasad kelima pria tersebut. Mereka diidentifikasi bernama Alaa Abu Ghorab, Shadi al-Hamri, Bader Musabah, Ahmad al-Sabakhi, dan Mohammad al-Buhaisi.
Pada awalnya, kelima orang itu diyakini masih hidup setelah dinyatakan hilang selama sepekan. Namun, tim penyelamat di Gaza tidak diperbolehkan oleh tentara Israel untuk melakukan pencarian.
Setelah berhasil ditemukan, Israel mengatakan ingin menukar jasad kelimanya dengan jasad tentara Israel yang hilang karena ditahan oleh Hamas. Dua tentara Israel, yakni Hadar Goldin dan Oron Shaul, diyakini telah terbunuh dalam serangan Israel di daerah yang terkepung pada 2014.
Kelompok HAM adalah and Al-Mezan Centre of Human Rights merilis sebuah pernyataan bersama pada Ahad (5/11) malam. Mereka mengatakan keluarga korban masih memperjuangkan hak mereka untuk menuntut kembalinya jenazah korban untuk segera dimakamkan.
"Kebijakan Israel untuk menahan jasad, bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Jasad yang terbunuh saat situasi konflik harus dikembalikan ke keluarga mereka untuk dimakamkan," ujar mereka.
Menurut kelompok HAM Palestina al-Haq, Israel telah menahan lebih dari 161 jasad warga Palestina sejak 2015. Sembilan di antaranya saat ini masih ditahan. Setelah Israel memutuskan untuk menahan lima jasad anggota Jihad Islam itu, jumlahnya kini meningkat menjadi 14.
Selain itu, ratusan warga Palestina juga diyakini telah dikuburkan di pemakaman Israel, yang hanya ditandai dengan angka. Pada September lalu, empat jasad warga Palestina yang ditahan oleh Israel telah dimakamkan di sana.
Mahkamah Agung Israel telah menyerukan tentara Israel agar membebaskan mayat-mayat tersebut. Namun, Israel diduga menahan jasad orang-orang Palestina yang terbunuh itu untuk digunakan sebagai alat tawar-menawar dalam perundingan dengan para pemimpin Palestina.
Meski demikian, Letnan Kolonel Jonathan Conricus dari militer Israel, mengatakan kepada Aljazirah, tidak ada hubungan antara penyitaan jasad dengan tujuan militer Israel untuk mengupayakan perdamaian. "Meskipun Israel telah dipersiapkan untuk menghadapi konflik, kami tidak bertujuan untuk meningkatkan ketegangan situasi. Kami ingin menjaga stabilitas bagi penduduk Israel dan orang-orang di Gaza," kata dia.
Sementara itu, anggota senior Jihad Islam Ahmed al-Mudallal mengatakan hal sebaliknya. Ia bersumpah akan menggunakan cara apapun untuk memastikan kembalinya jasad-jasad tersebut. "Kami tidak akan menerima pemerasan Israel", jelasnya.
"Israel sepenuhnya memahami pentingnya ritual penguburan bagi masyarakat Palestina, baik untuk orang Kristen maupun Muslim," tambah Dawoud Yusef, koordinator advokasi untuk kelompok HAM Addameer. Dia menganggap kebijakan Israel ini sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hukum internasional.