Rabu 08 Nov 2017 14:16 WIB

Pemerintah Australia Bisa Jatuh Akibat Isu Kewarganegaraan

PM Australia Malcolm Turnbull.
Foto: AAP/Lauren Farrow
PM Australia Malcolm Turnbull.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menyatakan kemungkinan akan ada lebih banyak pemilu sela di Australia guna mengatasi masalah kewarganegaraan ganda sejumlah politikus negara itu.

Kemungkinan itu membuat para politikus waspada. Tapi apakah hal itu berarti para pemilih harus kembali ke tempat pemungutan suara?

Berikut analisis mengenai kemungkinan Pemilu ulang.

Dimana dan kapan pemilu sela?

Warga Daerah Pemilihan (dapil) Bennelong di sebelah barat Sydney paling mungkin melakukan pemilu sela karena wakil rakyat dari dapil ini John Aexander (Partai Liberal), mungkin berkewarganegaraan ganda akibat keturunan.

Alexander belum melepaskan kewarganegaraan Inggrisnya, sehingga ia masih berkewarganegaraan ganda kecuali ayahnya yang lahir di Inggris melepaskan kewarganegaraan Inggrisnya sebelum John Alexander lahir.

(Ayahnya punya waktu dua tahun ketika itu untuk melakukannya. John Alexander mengatakan, ayahnya melepaskan kewarganegaraan Inggris sesegera mungkin tapi belum ada bukti terkait hal itu.)

PM Turnbull mengatakan, siapapun yang yakin berkewarganegaraan ganda dan tak memenuhi syarat duduk di Parlemen Australia, harus mengundurkan diri. Hal itu memaksa semua anggota Parlemen untuk memeriksa status mereka.

Jika ada pengunduran diri pekan ini, maka ada potensi untuk pemilu sela pada akhir tahun, kemungkinan pada tanggal 16 Desember. Status kewarganegaraan banyak anggota Parlemen lainnya terus dipertanyakan, membuat penyelenggaraan beberapa pemilihan sela makin mungkin dilakukan.

Berapa banyak pemilihan sela?

Tiga pihak akan mendorong hal itu. Coba kita hitung. (Ingat, kubu Koalisi di Australia membutuhkan setengah dari 150 kursi DPR plus satu untuk membentuk pemerintahan mayoritas. Berarti jumlahnya 76 kursi. Kita akan fokus pada jumlah Koalisi dan Partai Buruh, karena mereka adalah pihak yang bisa membentuk pemerintahan).

Ada satu pemilu sela yang akan berlangsung di dapil New England. Para pemilih kembali ke TPS pada 2 Desember mendatang karena Barnaby Joyce dinyatakan berkewarganegaraan ganda ketika ia terpilih dalam pemilu sebelumnya.

Kondisi itu sementara membuat pemerintah Koalisi kehilangan mayoritas satu suara, tapi dengan kepercayaan diri anggota Parlemen independen Cathy McGowan, dan suara yang menentukan dari Ketua Parlemen, kubu pemerintah bertahan.

Jadi posisi mereka 75-69 ditambah satu suara dari McGowan. New England adalah dapil aman dimana Barnaby Joyce kemungkinan menang, mengembalikan mayoritas satu kursi Pemerintah Koalisi.

Hasilnya akan membuat posisi menjadi 76-69 bagi kubu Koalisi. Tapi sejumlah pemilu sela lainnya belum tentu akan memuluskan jalan kubu Pemerintah Koalisi.

Dapil Bennelong akan menjadi ujiannya. John Alexander menang mudah di wilayah itu tahun lalu. Dapil itu sudah lama dikuasai Partai Liberal, tapi Maxine McKew dari Partai Buruh sempat mengalahkan mantan Perdana Menteri John Howard di 2007, sebelum kemenangan John Alexander 3 tahun kemudian.

Hasil pemilu sela di Bennelong membuka kemungkinan kubu pemerintah bisa mendapatkan kembali mayoritas satu kursi dari hasil pemilu sela New England namun langsung kehilangan mayoritas dua minggu kemudian. Sehingga membuat Koalisi kembali ke situasi sulit dengan berharap pada dukungan McGowan.

Kembali ke posisi 75-70 jika Partai Buruh memenangi kursi Bennelong (atau 75-69 jika kursi itu jatuh ke pihak lain). Berasumsi bahwa masih ada dukungan McGowan, kubu Koalisi kemungkinan masih bertahan.

Cathy McGowan menawarkan dukungan dan keyakinannya kepada kubu Pemerintah Australia.
Cathy McGowan menawarkan dukungan dan keyakinannya kepada kubu Pemerintah Australia.

ABC News

Masalah akan muncul jika ada pemilu sela lebih lanjut untuk sejumlah dapil lainnya - khususnya jika dapilnya merupakan daerah pemilihan marjinal.

Jika Pemerintah Koalisi jatuh di bawah 75 kursi maka pemerintahan persemakmuran ini akan kembali berada dalam Parlemen menggantung. Itulah kondisi ketika tak ada partai besar yang punya cukup kursi untuk berkuasa sendiri, sehingga mereka harus bersepakat dengan anggota Parlemen lainnya untuk meloloskan UU.

Jika kondisi ini mengingatkan pada satu peristiwa, itu karena situasi ini mirip dengan yang dialami Pemerintahan Julia Gillard pada Pemilu 2010.

Tapi sejumlah anggota Parlemen dari kedua kubu punya keraguan seputar status kewarganegaraan, jadi mungkin saja ada perebutan sejumlah kursi di Australia untuk menentukan apakah Pemerintah bisa mempertahankan mayoritasnya.

Apakah seluruh warga Australia harus memilih kembali?

Ada beberapa hipotesis mengenai hal ini. Tapi pemerintahan Koalisi mungkin memutuskan menggelar pemilu DPR secara penuh ketimbang beberapa rangkaian pemilu sela.

Prospek dari status kewarganegaraan ganda beberapa anggota Parlemen akan menciptakan tekanan intensif pada pemerintahan yang sudah rapuh. Perdana Menteri bisa memilih untuk coba memperbaiki stabilitas dengan digelarnya Pemilu DPR.

"Lakukan yang tidak terpikirkan dan ungkap semuanya," kata salah satu politikus Partai Buruh.

Tapi pertaruhan politik besar terakhir dari PM Turnbull adalah 'double dissolution' atau upaya untuk menyelesaikan 'deadlock' (kebuntuan), yang ternyata berjalan tak sesukses yang dia harapkan.

Ini akan menjadi langkah yang tak lazim karena waktunya tak memungkinkan PM untuk menggelar Pemilu normal dimana para pemilih memilih semua anggota DPR dan separuh anggota Senat.

Hanya pemilihan anggota DPR dan setengah anggota Senat yang mungkin dilakukan mulai bulan Juli tahun depan.

Pemilihan untuk anggota DPR saja (tanpa senat) terakhir terjadi di Australia pada tahun 1972, yang kebetulan jatuh pada tanggal 2 Desember, tanggal pemilu sela di dapil New England.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/stabilitas-pemerintahan-australia-bisa-terancam-akibat-isu-kewa/9129224
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement