Rabu 08 Nov 2017 22:34 WIB

Diplomat Israel Tuding Muslim Rohingya Penyebab Kerusuhan

Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Budi Raharjo
 Tentara Bangladesh menghadang masuk pengungsi muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di Palong Khali, Bangladesh, Selasa (17/10).
Foto: AP/Dar Yasin
Tentara Bangladesh menghadang masuk pengungsi muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di Palong Khali, Bangladesh, Selasa (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Diplomat Israel Amir Sagie mengatakan, kedua pihak dalam konflik di Rakhine, Myanmar melakukan kejahatan perang dalam krisis Rohingya. Hal ini disampaikan Sagie dalam pertemuan dengan enam rabi Amerika Serikat yang menyuarakan keprihatinan tentang laporan penjualan senjata Israel kepada Myanmar.

Para rabi khawatir bisnis Israel dapat berkontribusi terhadap apa yang oleh PBB disebut pembersihan etnis Rohingya, minoritas Muslim Myanmar. Sagie yang juga Wakil  Konsul Jenderal Israel di New York mengatakan,  krisis di Myanmar saat ini dimulai setelah orang-orang Muslim menyerang tentara Myanmar.

Ia juga menuduh bahwa situasi saat ini dimulai setelah umat Islam menyerang posisi pemerintah di Myanmar. "Kedua pihak dalam konflik tersebut melakukan kejahatan perang," katanya seperti dilansir Haaretz, Selasa, (7/11). "Kami menolak dikaitkan hubungan apapun dengan tragedi Rohingya.

Tidak ada hubungan langsung dan tidak langsung dengan apa yang terjadi kepada orang-orang Rohingya, " kata Sagie.

Israel, ujarnya, menerapkan kebijakan nonintervensi dalam masalah domestik Myanmar. Sagie menolak memberikan rincian tentang perdagangan senjata Israel dengan Myanmar. Ia mengatakan,  Israel tidak membahas secara terbuka hubungan militer atau pertahanan Israel Israel dengan sekutunya maupun musuhnya.

Namun dia menekankan bahwa semua ekspor senjata dilakukan dengan aturan. Ekspor senjata juga mempertimbangkan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk sanksi PBB atau organisasi internasional. Dia juga mencatat bahwa pengadilan tinggi telah menolak sebuah petisi melawan kesepakatan senjata, namun keputusan tersebut tetap diklasifikasikan.

Pertemuan dengan Sagie berlangsung setelah T'ruah, The Rabbinic Call for Human Rights mengorganisir sebuah petisi ke Israel mengenai kesepakatan senjata dua minggu yang lalu. Para rabi Yahudi menolak AS dan Israel mempersenjatai militer Myanmar. "Cina, Rusia dan India terus menjadi pendukung utama militer Burma," kata petisi tersebut, merujuk pada Myanmar.

Tapi sebagai warga negara Amerika dan sebagai orang Yahudi, ujar petisi tersebut, kami menolak untuk menerima keterlibatan AS atau Israel dalam melatih atau mempersenjatai militer Myanmar  yang melakukan pembersihan etnis brutal terhadap populasi minoritas Rohingya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement