REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pasukan Suriah dan sekutu-sekutunya yang dipelopori oleh Hizbullah Lebanon, berhasil merebut kembali markas terakhir ISIS Suriah pada Rabu (8/11). Pengambilalihan ini menandai runtuhnya kelompok teror yang telah mengklaim membangun khilafah.
"Benteng terakhir ISIS, Albu Kamal, bebas dari organisasi tersebut," kata komandan aliansi militer yang mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad.
ISIS telah menghadapi kehancuran selama dua tahun terakhir ini. Di puncak kekuasaannya pada 2015, kelompok ini menguasai wilayah yang terbentang antara Irak dan Suriah. Mereka juga memperlakukan perbatasan, mencetak uang, menerapkan undang-undang yang kejam, dan merencanakan serangan di seluruh dunia.
Setelah beberapa bulan tentara Suriah dan milisi Syiah berperang melawan ISIS, akhirnya mereka dapat mengepung dan menyerang Albu Kamal. Hizbullah telah menjadi aktor utama dalam pertempuran di wilayah itue yang dibantu ratusan pasukan elite Syiah didukung Iran.
Televisi negara Suriah menyatakan Albu Kamal telah sepenuhnya berhasil diambil alih. Namun Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris mengatakan masih ada pertempuran di daerah tersebut.
Albu Kamal terletak di perbatasan dengan Irak di tepi Sungai Efrat. Selama pertempuran, pasukan Hizbullah memasuki Irak dan Pasukan Mobilisasi Populer Irak menyeberang ke Suriah untuk membantu merebut kota tersebut.
Terlepas dari kekalahannya di Suriah dan Irak, ISIS masih memiliki wilayah teritorial di Libya dan di tempat lain. Mereka masih menjadi ancaman bahkan setelah kehilangan kekhalifahan yang dideklarasikannya di Mosul, Irak, pada 2014.
ISIS telah melakukan operasi gerilya di Irak dan Suriah. Namun di Suriah, akhir operasi besar melawan ISIS mungkin hanya akan membentuk perang fase baru antara pemerintah dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung Barat.
Tentara Suriah, bersama Hizbullah dan milisi Syiah lainnya, yang didukung Iran dan Rusia, telah merebut wilayah Suriah tengah dan timur dalam perang melawan ISIS tahun ini. Sementara SDF, aliansi Kurdi dan Arab mengalahkan ISIS di bagian utara.
Pemerintah Suriah telah bersumpah untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai oleh SDF. Wilayah itu termasuk bekas ibu kota ISIS, Raqqa, serta ladang minyak dan gas di sebelah timur Sungai Efrat.
Pada Selasa (7/11), Bouthaina Shaaban, penasihat senior Assad, menggambarkan pasukan AS yang membantu SDF sebagai tentara ilegal. Washington belum menjelaskan bagaimana dukungan militernya untuk SDF setelah kekalahan ISIS.