REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Lembaga hak asasi manusia internasional Human Rights Watch (HRW) mendesak para pemimpin dunia segera menyelesaikan krisis kemanusiaan Rohingya. HRW menilai Myanmar layak dibawa ke hadapan Pengadilan Pidana Internasional atas perbuatannya terhadap etnis minoritas di negaranya tersebut.
Direktur HRW di Asia Brad Adams menyinnggung pertemuan KTT ASEAN yang akan digelar di Manila, Filipina pada 13-14 November mendatang. Menurutnya, momen KTT tersebut harus dimanfaatkan pemimpin negara Asia dan dunia untuk mendiskusikan penyelesaian krisis Rohingya. Sebab krisis ini merupakan bencana hak asasi manusia terburuk di Asia selama bertahun-tahun.
Dalam KTT ASEAN pula, para pemimpin Asia dan dunia yang hadir harus membahas perihal sanksi terhadap Myanmar. "Para pemimpin dunia seharusnya tidak pulang dari KTT ini tanpa menyetujui sanksi yang ditargetkan untuk menekan Myanmar untuk mengakhiri pelanggaran serta mengizinkan masuknya pengamat independen dan kelompok bantuan," ucap Adams, dikutip laman Anadolu Agency, Kamis (9/11).
Ia menambahkan pemimpin di KTT ASEAN harus bersama-sama menyerukan kepada pemerintah Myanmar agar membuka akses ke negara bagian Rakhine untuk tim misi pencari fakta PBB yang dibentuk Dewan Keamanan PBB, termasuk mengizinkan staf hak asasi manusia dan kemanusiaan PBB lainnya.
Adams pun mengimbau negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang hadir di KTT ASEAN memikirkan langkah-langkah membawa Myammar ke Pengadilan Pidana Internasional. Menurutnya, keberadaan Pengadilan Pidana Internasional tak lain menangani kasus atau kejahatan terhadap kemanusiaan yang dialami Rohingya di Myanmar.
"Anggota Dewan Keamanan yang menghadiri KTT itu harus mendiskusikan untuk merujuk situasi di Myanmar ke Den Haag," kata Adams.
Awal pekan ini Dewan Keamanan PBB telah meminta Myanmar agar tak lagi mengerahkan kekuatan militernya ke negara bagian Rakhine. Hal itu dilakukan guna menyetop gelombang pengungsi Rohingya ke Bangladesh dan memulihkan situasi di daerah tersebut.
"Dewan Keamanan meminta Pemerintah Myanmar memastikan tidak ada lagi penggunaan kekuatan militer berlebihan di Rakhine guna memulihkan pemerintahan sipil dan menerapkan peraturan hukum dan untuk segera melakukan tindakan serta komitmen mereka untuk menghormati hak asasi manusia," kata Dewan Keamanan PBB dalam pernyataannya yang dirilis Senin (6/11).
Dewan Keamanan PBB menyatakan hal ini merupakan tanggung jawab penuh Myanmar. "Dewan Keamanan menekankan tanggung jawab utama Pemerintah Myanmar untuk melindungi penduduknya, termasuk melalui penghormatan terhadap peraturan undang-undang, promosi, dan perlindungan hak asasi manusia," ujarnya.
Diplomat Israel Tuding Muslim Rohingya Penyebab Kerusuhan