REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Para remaja tersenyum lebar saat mereka mengambil poto selfie dengan patung Adolf Hitler. Di belakang patung Hitler ada gambar kamp konsentrasi Auschwitz di mana lebih dari satu juta orang dibantai oleh rezim diktator Nazi.
Pemandangan ini terlihat setiap hari di museum lilin dan efek visual di Yogyakarta, yakni Musem De Mata. Mereka mempertahankan patung Hitler untuk menyenangkan para remaja.
Human Rights Watch mengecam pameran patung Hitler di museum tersebut dan menyebutnya memuakkan. Simon Wiesenthal Center yang berbasis di Los Angeles, yang melakukan kampanye melawan penyangkalan Holocaust dan antisemit, meminta agar patung Hitler segera disingkirkan.
Lembaga ini menyebutpengelola salah memajang patung tersebut. "Semua itu salah. Sulit untuk menemukan kata-kata yang cocok untuk menggambarkannya," kata Dekan Simon Wiesenthal Center, Rabi Abraham Cooper, seperti dilansir CBS News, Jumat, (10/11).
Menurut Cooper, gambar kamp konsentrasi Auschwitz itu sangat menjijikkan. Apalagi, itu sama saja mengolok-olok korban yang masuk ke kamp tersebut dan tidak pernah keluar lagi.
Patung itu menggambarkan Hitler sebagai sosok yang mengesankan dan dominan, jauh dari imej fisik yang buruk akibat memakai narkoba. Hitler bunuh diri pada tanggal 30 April 1945 saat pasukan Rusia menguasai ibu kota Jerman, Berlin.
Di kamp konsentrasi Auschwitz dan kamp-kamp lainnya, jutaan orang Yahudi dan orang-orang lain secara sistematis dibunuh selama masa perang Jerman di sebagian besar wilayah Eropa. Selain ada patung Hitler, di museum itu ada patung Darth Vader, dan patung Presiden Joko Widodo.
Marketing Officer Musem De Mata, Warli mengatakan, ia tahu Hitler bertanggung jawab atas pembunuhan massal namun tetap mempertahankan patungnya di museum. "Hitler merupakan salah satu tokoh favorit bagi pengunjung kami. Tidak ada pengunjung yang mengeluhkannya. Sebagian besar pengunjung kami bersenang-senang karena mereka tahu ini hanya museum hiburan," kata Warli.
Warli tidak pernah mendengar tentang Simon Wiesenthal Center namun mengatakan, dia akan mendiskusikan permintaan untuk menyingkirkan Hitler dengan pemilik Museum De Mata, pengusaha Peter Kusuma dan manajemen. "Kami akan mengikuti saran terbaik dan respon dari masyarakat. Biarkan orang menilai apakah karakter itu baik atau buruk," ujar Warli.
Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Nazi dan simbol-simbolnya telah dinormalisasi atau bahkan diagungkan di Indonesia. Bahkan sebuah kafe bertema Nazi di Kota Bandung di mana pelayan yang mengenakan seragam SS menyebabkan kemarahan di luar negeri selama beberapa tahun sampai dilaporkan. Hingga akhirnya kafe tersebut menutup pintunya pada awal tahun ini.
Pada 2014, sebuah video musik yang dibuat oleh bintang pop Indonesia sebagai penghormatan kepada calon presiden Prabowo Subianto menimbulkan kemarahan karena ada nuansa Nazi.