REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Iran menolak permintaan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk melakukan pembicaraan mengenai rudal balistik Teheran. Iran mengatakan, negaranya bersikap defensif dan tidak terkait dengan kesepakatan nuklir yang mengancam dunia.
Pada Kamis (9/11), Macron mengatakan dalam sebuah kunjungan ke Dubai bahwa dia sangat prihatin dengan program rudal balistik Iran. Hal ini merujuk pada rudal yang ditembakkan dari Yaman dan dicegat oleh Arab Saudi awal bulan ini.
Macron mengangkat kemungkinan sanksi sehubungan dengan aktivitas tersebut. "Ada negosiasi yang harus dimulai dengan rudal balistik Iran," kata Macron.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Qassemi menolak permintaan negoisasi. Ia mengatakan Prancis sepenuhnya menyadari posisi tegas Iran bahwa urusan pertahanan Iran tidak dapat dinegosiasikan.
"Kami telah mengatakan kepada pejabat Prancis berulang kali bahwa kesepakatan nuklir tidak dapat dinegosiasikan dan masalah lainnya tidak akan diizinkan untuk ditambahkan," kata Qassemi.
Amerika Serikat (AS) menuduh Iran memasok pemberontak Houthi di Yaman dengan sebuah rudal yang ditembakkan ke Arab Saudi pada Juli. AS meminta PBB untuk memberi sanksi kepada Teheran karena telah melanggar dua keputusan Dewan Keamanan PBB.
Arab Saudi dan sekutu-sekutunya menuduh Iran memasok rudal dan senjata lainnya ke Huthi, dengan mengatakan senjata tersebut tidak ada di Yaman sebelum terjadi konflik pada 2015. Iran membantah tuduhan tersebut dan menyalahkan Riyadh atas konflik yang terjadi.
AS telah memberlakukan sanksi sepihak terhadap Iran, dengan mengatakan tes rudalnya melanggar resolusi PBB yang menyerukan Teheran untuk tidak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan rudal yang mampu mengirimkan senjata nuklir. Iran mengatakan program rudalnya bersifat defensif dan tidak memiliki rencana untuk membangun rudal berkemampuan nuklir.