REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Hendrik Wanmang, yang menyebut diri sebagai Komandan TPN, kelompok bersenjata di Papua, membantah tuduhan pihak berwenang Indonesia mereka menyandera warga desa selama terjadinya perselisihan dengan aparat keamanan.
Pemberontakan sporadis di sejumlah daerah terpencil di Papua telah berlangsung beberapa waktu terakhir. Seorang anggota Brimob tewas dan enam lainnya luka-luka dalam serangan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat.
Kedua belah pihak juga melakukan peperangan Public Relations (PR), dimana polisi menyebut TPN sebagai kelompok kriminal bersenjata dan menuduh mereka menyerang warga sipil.
Hendrik Wanmang dalam wawancara pada Jumat pekan lalu menyatakan penduduk Desa Banti dan Desa Kimbeli dilarang pergi ke daerah yang dianggap sebagai medan perang oleh kelompok separatis karena tidak aman. Malah sebaliknya, kata Hendrik, para penduduk desa justru bebas bepergian ke kebun mereka dan pergerakan mereka tidak dibatasi.
Pada Kamis, polisi menyatakan kelompok beranggotakan sekitar 100 orang, termasuk 25 orang bersenjata, menduduki kedua desa tersebut dan melarang sekitar 1.300 penduduk meninggalkan desanya. Ratusan warga tersebut merupakan pekerja pendatang dari Pulau Sulawesi.
21 DPO KKB Papua Kuasai Perkampungan di Sekitar Tembagapura
"Hal itu tidak benar. Itu hanya provokasi militer dan polisi Indonesia dengan tujuan merusak citra kami. Penduduk aman, baik pribumi maupun pendatang, melakukan aktivitas seperti biasa," kata Hendrik.
Dinyatakan sebagai medan perang
Hendrik adalah satu dari dua komandan yang menandatangani pernyataan pada 21 Oktober yang memperingatkan adanya pembalasan terhadap pasukan keamanan karena dugaan kebrutalan mereka terhadap penduduk asli Papua.
Surat tersebut menyatakan sebuah wilayah di dekat pertambangan emas dan tembaga Grasberg milik AS sebagai medan perang. Tambang milik Phoenix, Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc yang berbasis di Arizona ini menjadi sumber ketegangan di kawasan itu karena masalah kerusakan lingkungan dan kemarahan penduduk asli Papua karena keuntungan tambang tersebut dikirim ke luar negeri.
Pemberontakan dalam skala kecil bagi kemerdekaan Papua terjadi sejak beralihnya wilayah tersebut dari kekuasaan Belanda ke Indonesia pada 1963. Wilayah di belahan barat Pulau Papua dimasukkan menjadi wilayah Indonesia pada 1969 menyusul Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang disponsori PBB namun sejak saat itu sejumlah pihak menganggapnya tidak murni.
Indonesia mempertahankan kehadiran petugas keamanan di wilayah tersebut dan membatasi kehadiran wartawan asing di sana.
Hendrik mengatakan istilah yang dipakai Polri dalam menggambarkan TNP sebagai kelompok kriminal bersenjata dan tuduhan melakukan kejahatan terhadap warga sipil merupakan taktik untuk mendiskreditkan gerakan kemerdekaan Papua. "Kami bukan kelompok baru. Kami bukan kelompok kriminal," katanya.
"Kami adalah kelompok separatis yang memperjuangkan Papua dari generasi ke generasi, menuntut kedaulatan rakyat Papua, menuntut kemerdekaan Papua, terpisah dari Indonesia," ujar Hendrik.
Menko Polhukam Wiranto telah meminta petugas keamanan meyakinkan kelompok ini meninggalkan lokasi secara damai.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan pada Jumat penduduk desa adalah "sandera" dan militer melakukan pengawasan terhadap desa-desa tersebut. Bersama polisi, ia berharap bisa merundingkan solusi namun juga menyiapkan langkah-langkah lainnya.
"Kami juga menyiapkan cara yang sulit dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Saat ini kami bekerja sama dengan polisi dan membentuk tim gabungan dalam menangani permasalahan ini," kata Jenderal Gatot.
AP
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.