Senin 13 Nov 2017 10:59 WIB

Isu HAM akan Warnai Pertemuan Trump dengan Duterte

Rep: rizkyan adiyudha/ Red: Ani Nursalikah
Presiden AS Donald Trump berjabat tangan dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte saat makan malam KTT ASEAN di SMX Convention Center, Ahad (12/11).
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Presiden AS Donald Trump berjabat tangan dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte saat makan malam KTT ASEAN di SMX Convention Center, Ahad (12/11).

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte rencananya akan membahas isu seputar Hak Asasi Manusia (HAM). Ini menyusul sejumlah korban tewas dalam perang melawan narkoba yang dilancarkan Duterte.

Seperti dilansir laman CNN, Senin (13/11) seorang pejabat senior mengatakan pertemuan kedua kepala negara tersebut akan membahas isu seputar HAM. Trump dipercaya akan mengambil tindakan tertentu meski tidak menyebut secara spesifik masalah tentang HAM yang dimaksud.
 
Perang narkoba yang diluncurkan Duterte sedikitnya telah merenggut sekitar 6.000 nyawa berdasarkan data dari kepolisian. Hal tersebut lantas menarik perhatian dunia internasional.
 
Meski demikian, Wakil Direktur Human Rights Watch Divisi Asia Phelim Kine mengaku khawatir terkait pertemuan tersebut. Dia mengatakan, itu lantaran Trump dan Duterte memiliki tipe kepemimpinan yang serupa.
 
Phelim Kine mengatakan, Duterte dan perang narkoba mematikan miliknya akan menjadi bahasan besar dalam pertemuan itu. Namun, tampaknya Trump atau pemimpin ASEAN lainnya tidak akan menyinggung hal tersebut
 
"Keduanya memiliki sejarah terdokumentasi tentang penyalahgunaan hak warganya," kata Phelim Kine.
 
Kedatangan Trump ke Filipina sempat diwarnai demonstrasi. Para pengunjuk rasa memadati kedutaan besar AS di Manila beberapa jam sebelum kedatangan Presiden Donald Trump.
 
Dalam aksinya, demonstran membawa poster yang bertuliskan "Usir Trump" dan "Tak Peduli dengan Imperialisme AS". Para pemrotes sayap kiri dicegah oleh polisi dengan peralatan antihuru-hara dengan perisai dan pentungan, dan kemudian disiram dengan semburan air dari mesin pemadam kebakaran.
 
"Trump adalah CEO pemerintah imperialis AS. Kami tahu dia ada di sini untuk mendorong perjanjian yang tidak adil antara Filipina dan AS," kata mahasiswa berusia 18 tahun Alexis Danday.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement