Senin 13 Nov 2017 17:47 WIB

India Darurat Asap Beracun

Rep: marniati/ Red: Dwi Murdaningsih
Siswa India menggunakan sapu tangan sebagai masker untuk melindungi diri dari polusi udara mematikan di New Delhi, India.
Foto: AP Photo/R S Iyer
Siswa India menggunakan sapu tangan sebagai masker untuk melindungi diri dari polusi udara mematikan di New Delhi, India.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI-- Kabut tebal dan  beracun menyelimuti ibukota India New Delhi pada  Senin (13/11). Saat ini pemerintah setempat sedang berupaya mengatasi krisis kesehatan masyarakat yang memasuki pekan kedua. Kantor cuaca India mengatakan ramalan hujan selama tiga hari ke depan bisa membantu membersihkan kabut asap. Tingkat partikel udara beracun, yang dikenal sebagai PM 2.5, telah mencapai 495 pada Senin pagi.

"Curah hujan ringan kemungkinan terjadi di Delhi dan sekitarnya selama tiga hari ke depan, dan ini bisa mengakibatkan perubahan pola angin di wilayah ini," kata seorang ilmuwan di Departemen Meteorologi India, Charan Singh.

Pemerintah negara bagian Delhi mengumumkan keadaan darurat kesehatan masyarakat pekan lalu setelah tingkat polusi di kota tersebut meningkat. Fenomena tahunan ini disebabkan atas kombinasi pembakaran tanaman ilegal di negara bagian utara, knalpot kendaraan dan debu.

Polusi Udara, Pembunuh Diam-Diam di India

Selama akhir pekan, pemerintah  berencana menggunakan truk pemadam kebakaran untuk menyiram air di sebagian ibukota, namun hal ini tidak banyak berpengaruh. Seorang pejabat senior pemerintah federal mengatakan  masih  ada hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi situasi ini. 

"Kita hanya bisa melakukan banyak hal ini, dan sekarang kita harus menunggu hujan untuk membersihkan atmosfer," kata seorang pejabat di Dewan Pengawas Polusi Pusat, Prashant Gargava.

Gargava, yang bertugas memantau kualitas udara, mengatakan  udara di Delhi telah secara konsisten berada di zona 'berbahaya', meskipun ada langkah-langkah seperti penghentian konstruksi dan kenaikan biaya parkir empat kali lipat untuk mendorong orang menggunakan transportasi umum.

Partikel udara PM 2.5 sekitar 30 kali lebih halus daripada rambut manusia. Partikel dapat dihirup jauh ke dalam paru-paru, menyebabkan penyakit pernafasan dan penyakit lainnya. Rumah sakit di ibu kota telah mengalami lonjakan jumlah pasien karena keluhan pernafasan.

"Setiap detik kita merusak paru-paru kita, tapi kita tidak bisa berhenti bernapas," kata Arvind Kumar, kepala bagian bedah dada dan paru-paru di rumah sakit Sir Gangga Ram di kota tersebut.

United Airlines  telah memulai kembali penerbangan dari Newark, New Jersey ke New Delhi, India pada Ahad, setelah menangguhkan layanan sementara karena kekhawatiran  kualitas udara yang buruk di ibukota India.

Pemerintah negara bagian dan federal memutuskan untuk membuka kembali sekolah pada  Senin setelah menutup sekolah selama beberapa hari pekan lalu. Langkah ini, bagaimanapun, semakin menambah jumlah kendaraan di jalan. Badan penegak hukum mengatakan  mereka juga tidak dapat menerapkan larangan menyeluruh terhadap pergerakan truk komersial.

Seorang guru di sebuah sekolah dasar di New Delhi, Aarti Menon mengatakan  keluarganya mengenakan topeng bahkan saat berada di dalam rumah selama akhir pekan.

"Tidak semua orang bisa membeli alat pembersih udara atau mobil ber-AC. Kita semua hidup di neraka, "kata Menon, ibu dua anak perempuan remaja.

Pengadilan Hijau Nasional, sebuah pengadilan lingkungan, telah mengarahkan pemerintah Delhi dan negara-negara tetangga untuk menghentikan petani dari aktivitas pembakaran sisa tanaman. Tapi pemerintah federal dan negara bagian belum bisa melakukannya.

Sebuah organisasi non-pemerintah yang berbasis di New Delhi, TARA Homes for Children, yang mendukung 60 anak-anak miskin, mengatakan  mereka mencari dana untuk membeli setidaknya lima pembersih udara. "Beberapa anak memiliki masalah pernapasan dan tidak bisa bersekolah," kata seorang sukarelawan di LSM tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement