Kamis 16 Nov 2017 00:02 WIB

Cina Restui Kudeta di Zimbabwe?

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Panglima Pasukan Pertahanan Zimbabwe Jenderal Constantino Chiwenga.
Foto: AP/Tsvangirayi Mukwazhi
Panglima Pasukan Pertahanan Zimbabwe Jenderal Constantino Chiwenga.

REPUBLIKA.CO.ID,  BEIJING -- Pemerintah Cina turut merespons situasi di Zimbabwe setelah militer mengambil alih kontrol negara tersebut dari Presiden Robert Mugabe, Rabu (15/11).  Hal ini karena Panglima Pasukan Pertahanan Zimbabwe Jenderal Constantino Chiwenga, figur yang dianggap memimpin aksi tersebut baru saja mengunjungi Cina pekan lalu.

Pada Jumat (10/11), Jenderal Chiwenga berada di Beijing dan bertemu Menteri Pertahanan Cina Chang Wanquang di Markas Tentara Rakyat Cina. Dalam pertemuan tersebut, Chang mengatakan bersedia mempromosikan hubungan dengan Zimbabwe.

Kementerian Pertahanan Cina, dalam pernyataan persnya pekan lalu, juga menunjukkan potret Jenderal Chiwenga dan Chang yang sama-sama mengenakan seragam militer dan saling berjabat tangan.

Buntut dari perjalanan Jenderal Chiwenga ke sana adalah Cina diminta memberi penjelasan, apakah sang jenderal memberitahu tentang rencana pengambilalihan kontrol atas Zimbabwe? 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang mengatakan Kementerian Pertahanan Cina telah merilis informasi tentang kunjungan Jenderal Chiwenga. Namun ia tak memiliki pemahaman spesifik tentang kunjungan tersebut. "Saya hanya bisa mengatakan bahwa kunjungannya ke Cina kali ini merupakan pertukaran militer normal yang disepakati bersama oleh Cina dan Zimbabwe," kata Geng Shuang.

Ia mengatakan pergolakan yang saat ini tengah berlangsung di Zimbabwe, khususnya di ibu kota Harare, benar-benar diperhatikan oleh Cina.

Geng Shuang berharap situasi Zimbabwe saat ini tak mengganggu hubungan dan kesepakatan yang telah tercapai antara kedua negara. "Kami berharap pihak-pihak terkait di Zimbabwe menangani masalah internal mereka dengan tepat," ujar Geng Shuang.

Cina dan Zimbabwe memiliki hubungan diplomatik serta ekonomi yang cukup dekat. Beijing telah berdiri mendampingi pemerintahan Robert Mugabe dalam menghadapi sanksi ekonomi oleh Barat.  Di Barat, Mugabe memang dianggap sebagai pemimpin lalim karena kerap menggunakan kekerasan untuk mempertahankan jabatannya.

Pada Agustus, pemerintah Zimbabwe mengatakan sebuah perusahaan Cina berencana menginvestasikan dana hingga 2 miliar dolar AS untuk menghidupkan kembali operasi Zimbabwe Iron and Steel Company (ZISCO). Pada 2008, ZISCO berhenti beroperasi akibat parahnya krisis ekonomi yang melanda negara tersebut.

Sebelumnya militer Zimbabwe telah mengatakan, pengerahan pasukan ke Ibu Kota Harare, pada Rabu (15/11), bukanlah suatu upaya untuk menggulingkan pemerintahan Mugabe. "Ini bukan pengambilalihan militer terhadap pemerintah."Kami hanya menargetkan kriminal di sekitarnya yang melakukan kejahatan dan menyebabkan penderitaan sosial serta ekonomi di negara ini. Segera setelah kami menyelesaikan misi ini, kami berharap situasinya akan kembali normal," kata perwakilan jenderal militer Zimbabwe yang disiarkan Zimbabwe Broadcasting Company (ZBC).

Jenderal tersebut pun meyakinkan bahwa Mugabe saat ini dalam kondisi aman. "Kami ingin meyakinkan negara bahwa yang mulia presiden dan keluarganya aman dan sehat serta keamanan mereka terjamin," ujarnya.

Saat ini Zimbabwe tengah dilanda frustrasi akibat ambruknya perekonomian di bawah pemerintahan Mugabe. Tahun lalu, negara ini dikoyak oleh demonstrasi anti-pemerintah terbesar dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Nama Mugabe dipekikan sebagai seorang diktator.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement