REPUBLIKA.CO.ID, HARARE -- Puluhan ribu orang warga Zimbabwe membanjiri jalanan Harare pada Sabtu (18/11). Mereka bernyanyi, menari dan memeluk tentara meluapkan kegembiraan atas kejatuhan eras Presiden Robert Mugabe yang memimpin selama 37 tahun.
Dalam suasana mengingatkan akan kejatuhan diktator Romania Nicolae Ceausescu pada 1989, kaum pria, wanita dan anak-anak berlari-lari di sisi kendaraan lapis baja dan tentara, yang pada pekan ini menggulingkan satu-satunya penguasa, yang dikenal di Zimbabwe sejak kemerdekaan pada 1980.
Mugabe, yang berusia 93 tahun, berada dalam tahanan rumah di perumahan mewahnya, "Atap Biru", di Harare. Dengan suasana penuh emosi di jalan-jalan ibu kota tersebut, rakyat Zimbabwe membicarakan pembebasan kedua bagi bekas jajahan Inggris itu, bersama mimpi mereka akan perubahan politik dan ekonomi setelah dua dasawarsa negaranya dilanda represi dan kehidupan sukar.
Kejatuhan Mugabe sepertinya mengirim gelombang mengagetkan di seantero Afrika, tempat sejumlah orang kuat mulai dari Yoweri Museveni dari Uganda hingga Joseph Kabila dari Republik Demokratik Kongo menghadapi tekanan yang terus menguat agar turun dari kekuasaan.
"Kami meneteskan air mata kegembiraan," kata Frank Mutsindikwa, 34, sambil memegang bendera Zimbabwe, "Saya sudah lama menantikan sepanjang hidup saya suasana seperti hari ini. Akhirnya bebas. Kami bebas akhirnya."
Sejumlah orang membawa plakat berbunyi "Tidak bagi dinasti Mugabe" dan mengacungkan tinju ke udara sebagai tanda kebebasan, gema isyarat yang dibuat Nelson mandela dari Afrika Selatan ketika ia berjalan keluar tahanan apartehid tahun 1990.
Banyak warga memeluk tentara, yang mengambil alih kekuasaan. Mereka meneriakkan "Terima kasih! Terima kasih!" dalam suasana tidak disangka bahkan dalam sepekan lalu.