Selasa 21 Nov 2017 13:27 WIB

Korsel dan Jepang Dukung Trump Terkait Korut

Rep: Marniati/ Red: Winda Destiana Putri
Bendera Korea Utara.
Foto: Flickr
Bendera Korea Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan dan Jepang menyambut baik keputusan Presiden AS Donald Trump yang menempatkan Korea Utara kembali ke daftar negara pendukung terorisme. Mereka mengatakan keputusan Trump akan meningkatkan tekanan pada Pyongyang terkait krisis semenanjung Korea

Penunjukan tersebut, memungkinkan Amerika Serikat untuk menjatuhkan lebih banyak sanksi kepada Pyongyang. "Saya menyambut dan mendukung karena hal tersebut menimbulkan tekanan pada Korea Utara," ujar Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe kepada wartawan.

Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan pihaknya memperkirakan keputusan AS akan berkontribusi pada denuklirisasi di Korea Utara. Selanjutmya, keputusan AS akan membawa Korea Utara ke meja perundingan.

Pernyataan Trump ini disampaikan sepekan setelah Trump kembali dari perjalanan ke Asia dimana program nuklir Korea Utara menjadi inti dari diskusi-diskusinya

"Selain mengancam dunia dengan kerusakan nuklir, Korea Utara telah berulang kali mendukung tindakan terorisme internasional, termasuk pembunuhan di tanah asing," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih.

Trump mengatakan penunjukan ini akan menjatuhkan sanksi dan hukuman lebih kepada Korea Utara. Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull juga mendukung keputusan Trump. Ia mengatakan langkah tersebut sejalan dengan upaya internasional.

"Kim Jong Un menjalankan operasi kriminal global dari Korea Utara, perdagangan senjata, obat-obatan terlarang, terlibat dalam kejahatan cyber dan tentu saja mengancam stabilitas kawasan dengan senjata nuklirnya," kata Turnbull kepada wartawan di Sydney.

Trump, yang sering mengkritik kebijakan pendahulunya terhadap Pyongyang, mengatakan penunjukan Korut sebagai negara pendukung terorisme seharusnya sudah sejak lama dilakukan. Sebelumnya Korea Utara telah dimasukkan ke dalam daftar sponsor terorisme untuk pemboman 1987 atas tragedi penerbangan Korean Air yang membunuh 115 orang. Namun administrasi mantan Presiden George W. Bush, menghapus penetapan tersebut pada 2008 sebagai imbalan atas kemajuan dalam perundingan denuklirisasi.

Para ahli mengatakan penunjukan tersebut sebagian besar bersifat simbolis karena Korea Utara sudah mendapat sanksi berat oleh Amerika Serikat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement