REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Saat ini baru ada satu hewan yang telah melewati modifikasi genetik untuk dikonsumsi umat manusia. Gen dari salmon dari jenis yang dikenal sebagai 'Atlantic Salmon', telah diubah agar bisa berkembang biak lebih cepat.
Untuk memodifikasinya, butuh waktu lebih dari 20 tahun, termasuk melewati berbagai rintangan, hingga akhirnya dapat dikonsumsi di Kanada, dan selanjutnya di Amerika Serikat. "Di AS, badan administrasi makanan dan obat-obatan telah menganggap sebagai produk yang aman," ujar Dr Mark Tizard, senior ilmuwan dari badan peneliti CSIRO di Australia.
Soal membutuhkan waktu dan biaya besar, Tizard mengatakan dua hal ini membuat khawatir sejumlah produsen hewan.
Dr Alison Van Eenannaam dari University of California Davis, di Amerika Serikat, mengatakan mungkin manusia lebih menerima modifikasi pada tanaman, tapi tidak pada hewan. "Tanaman hanya dianggap sebagai tanaman, tidak bergerak, tidak bergerak dan tidak makan, kita menganggap tanaman tidak merasakan sakit," ujar peneliti senior tersebut yang berasal dari Melbourne.
"Hewan dianggap memiliki perasaan, apa yang akan mereka pikirkan... mereka punya mata, dan kita bisa melihat jiwa mereka."
Kini, sudah tersedia teknologi dan teknik baru untuk memodifikasi gen dengan lebih cepat, murah, dan akurat, dibanding teknik modifikasi gen sebelumnya. Namanya adalah CRISPR, kepanjangan dari clustered regularly interspaced short palindromic repeats.
"Teknologi [CRISPR] bisa membuat kita mengubah DNA dan genetik dengan lebih cepat dan lebih akurat," ujar Dr Tizard.
Seperti apakah modifikasi hewan untuk konsumsi, simak videonya.
Bagi Dr Heather Bray dari University of Adelaide, masih ada perdebatan yang sama soal perkembangan modifikasi gen dalam 40 tahun terakhir.
"Saya merasa menjadi saksi dalam sejarah, meski masih belum mengerti, kemana hal ini akan mengarah," ujar peneliti senior dari Jurusan Sejarah tersebut.
Lantas, jika melihat dari kesejahteraan hewan, apakah merasa bisa hidup lebih nyaman dan senang jika gen mereka dimodifikasi?
Tony Bifin, peternak susu dari Biffin, New South Wales, Australia, mengaku tidak mengikuti perkembangan dari teknik modifikasi gen. Tapi ia peduli soal genetik.
"Kita membutuhkan waktu lama untuk mempertahankan genetik yang murni... secara umum sapi-sapi ini memproduksi susu yang banyak kandungan protein, dan secara fisik memiliki tanduk yang besar," ujarnya.
Tanduk ini cenderung dipotong secara manual oleh peternak karena bisa beresiko diseruduk, termasuk menyerang binatang lain. Tapi proses ini mungkin saja melibatkan rasa kesakitan bagi sapi-sapi.
"Sapi dengan tanduk sama seperti manusia yang membawa senjata kemana-mana, dan ini menyulitkan banyak peternak lainnya," ujar Tony.
Dengan teknologi CRISPR ini nantinya bisa saja 'diciptakan' sapi-sapi tanpa tanduk. Inilah yang sedang diusahakan Alison terlibat dalam program dengan perusahaan 'Recombinetics'.
"Menggunakan gabungan jenis sapi, yang mengambil salah satu sel dan mengubah gen yang menumbuhkan tanduk," ujar Dr Alison Van Eenannaam.
Sapi-sapi ini kemudian dikawinsilangkan dan Dr Van Eenannaam mengaku sudah ada enam ekor sapi tanpa tanduk yang dihasilkan.
Menanggapi perkembangan modifikasi gen saat ini dan bagaimana masa depannya, termasuk untuk masalah peraturan, Dr Tizard mengatakan membutuhkan masukan dari sejumlah pihak dan pakar yang paham benar soal teknologi apa yang dipakai.
"Hingga tingkat tertentu akan ada konflik kepentingan yang tak bisa dihindarkan. Kita memiliki anggota independen dalam komite yang terlibat dalam melihat aspek hukum dan etika dalam peraturan modifikasi gen," ujarnya.
Ada pula anggota dalam komite tersebut yang memastikan kesehatan dan keselamatan warga dan lingkungan Australia.
Artikel ini disadur dari Program Science Friction dari ABC Radio National, yang bisa Anda dengar selengkapnya lewat tautan berikut.