Jumat 24 Nov 2017 11:08 WIB

Paus Disarankan tak Sebut Kata Rohingya Saat Berkunjung

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Paus Francis
Foto: EPA/Maurizio Brambatti
Paus Francis

REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN -- Pekan depan, Paus Francis akan melakukan perjalanan bersejarah ke Myanmar yang merupakan negara mayoritas Buddha, di tengah krisis Muslim Rohingya. Dia juga dijadwalkan mengunjungi Bangladesh yang telah menjadi tempat bagi lebih dari 600 ribu warga Rohingya yang melarikan diri dari kekeraaan di Myanmar.

Perjalanan Paus ini begitu rumit sehingga beberapa penasihatnya memperingatkan dia tidak mengatakan kata 'Rohingya', sesampainya di sana. Paus dikhawatirkan akan menimbulkan insiden diplomatik yang bisa membuat militer dan pemerintahan negara tersebut melawan warga Kristen minoritas.

Paus telah menggunakan kata 'Rohingya' dalam dua permohonan bandingnya di Vatikan tahun ini. Ketika ditanya apakah dia akan mengucapkan kata itu di Myanmar, juru bicara Vatikan Greg Burke mengatakan Paus Francis akan menerima saran yang diberikan kepadanya secara serius.

"Kami akan menentukan bersama selama perjalanan, ini sebenarnya bukanlah sebuah kata terlarang," ujar Burke.

Myanmar tidak mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara atau sebagai kelompok yang memiliki identitas sendiri. Hal ini menjadi dilema bagi Paus Francis, mengingat Myanmar memiliki populasi minoritas Katolik Roma hanya sekitar 700 ribu orang.

"Dia berisiko mengorbankan otoritas moralnya atau membahayakan orang Kristen di negara tersebut. Saya sangat mengagumi paus dan kemampuannya, tapi seseorang seharusnya bisa membujuknya untuk tidak melakukan perjalanan ini," kata Pastor Thomas Reese, seorang penulis dan analis Amerika terkemuka di Religious News Service.

Sumber senior Vatikan juga mengatakan Paus akan berhati-hati tidak melakukan sesuatu yang dapat membahayakan transisi demokrasi Myanmar. "Paus adalah salah satu suara moral yang paling dihormati di dunia saat ini, dan karena alasan itulah, kunjungannya akan sangat signifikan," kata Richard Horsey, seorang analis yang berbasis di Yangon dan mantan pejabat senior PBB di Myanmar.

Sebuah sumber Vatikan mengatakan beberapa pihak percaya perjalanan tersebut diputuskan terlalu tergesa-gesa. "Paus Francis harus bersikap tegas di semua bidang. Sementara kekerasan tidak dapat dihentikan tanpa kerja sama pasukan keamanan, Suu Kyi juga tidak boleh diloloskan begitu saja," kata Lynn Kuok, salah satu anggota Pusat Kebijakan Asia Timur di Brookings Institution Studi.

Saat-saat menegangkan itu akan berlangsung pada 26 November hingga 2 Desember. Ia diperkirakan akan melakukan pertemuan pribadi dengan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi dan kepala militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing, secara terpisah. Paus Francis juga akan menemui pengungsi Rohingya pada leg kedua perjalanannya di ibu kota Bangladesh, Dhaka.

Dalam sebuah pesan video yang dikirim ke Myanmar pekan lalu, Francis mengatakan dia ingin perjalanan tersebut mengarah pada upaya rekonsiliasi, pengampunan, dan perdamaian. Ia juga ingin mendorong keharmonisan dan kerja sama.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement