Jumat 24 Nov 2017 12:56 WIB

Oposisi Tuntut Assad tak Terlibat Transisi Politik Suriah

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Foto: Reuters
Presiden Suriah Bashar al-Assad.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Kelompok oposisi utama Presiden Suriah Bashar al-Assad menggelar pertemuan di Riyadh, Arab Saudi, Kamis (23/11). Agenda utama pertemuan ini adalah membicarakan tentang kemungkinan kesepakatan damai yang tercapai antara oposisi dan Assad guna mengakhiri krisis Suriah.

Pertemuan di Riyadh ini dihadiri lebih dari 140 peserta dari spektrum utama oposisi Suriah. Dalam sebuah komunike yang terbitkan usai pertemuan, kelompok oposisi Suriah mengecam kehadiran militer Iran di negaranya.

Mereka menuntut agar milisi Syiah yang didukung Iran untuk meninggalkan Suriah. Milisi yang didukung Iran telah menabur terorisme dan perselisihan sektarian antara Muslim Sunni dan Syiah, kata komunike tersebut.

Selain itu, yang paling utama, kelompok oposisi menilai transisi politik di Suriah tidak dapat terjadi bila Assad tetap berkuasa. Para peserta menekankan ini (transisi) tidak bisa terjadi tanpa kepergian Basharal-Assad dan kelompok kecilnya pada awal periode interim, kata kelompok oposisi dalam komunikenya.

Dalam kesempatan tersebut, kelompok oposisi telah memilih 50 peserta yang hadir pada pertemuan untuk dijadikan anggota High Negotiations Comittee (HNC), yakni tim oposisi dalam perundingan yang disponsori PBB di Jenewa, Swiss. "Kami sepakat dengan kelompok komponen yang hadir di Riyadh, Kairo dan Moskow mengenai pembentukan satu delegasi untuk berpartisipasi dalam perundingan langsung di Jenewa," kata juru bicara oposisi Suriah Basma Qadmani.

Awal pekan ini, Presiden Rusia menggelar pertemuan dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad di Sochi, Rusia. Pada pertemuan tersebut, Putin mengusulkan ide tentang dihelatnya kongres nasional Suriah guna mempercepat penyelesaian krisis Suriah. Kongres ini pun diharapkan dapat dihadiri berbagai elemen masyarakat Suriah, tak terkecuali oposisi.

Assad pun menyambut baik usual Putin. Ia mengaku siap bekerja sama dengan pihak-pihak terkait agar dapat segera memulihkan kondisi negaranya yang telah dilanda peperangan selama tujuh tahun terakhir.

Kendati demikian, Pertemuan Putin dan Assad pekan ini kemungkinan akan dilihat sebagai upaya menyisihkan perundingan perdamaian yang disponsori PBB di Jenewa, Swiss. Selain itu, pertemuan ini akan dilihat pula sebagai upaya memperkuat posisi Assad untuk tetap berkuasa di Suriah.

PertemuanAssad dengan Putin terjadi saat tokoh-tokoh terkemuka oposisi Suriah memutuskan hengkang dari komite perunding tinggi, yakni HNC yang telah memimpin oposisi dalam perundingan Jenewa sejak 2015. Mereka gusar dan memprotes karena diharuskan mengadopsi sebuah platform negosiasi yang akan memungkinkan Assad tetap berkuasa.

HNC pun menolak tekanan untuk mengizinkan Moscow Group menjadi bagian dari tim negosasi yang diperluas. HNC menilai Moscow Group sebagai kelompok antek-antek rezim Assad. Atas dasar ini, tim perunding oposisi Suriah dirombak dan direvisi dalam pertemuan di Riyadh.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement