REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Paus Fransiskus telah tiba di Myanmar. Ini adalah kunjungan pertamanya ke negara yang telah dituduh melakukan pembersihan etnis kepada komunitas Rohingya.
Paus menggunakan istilah "saudara laki-laki dan perempuan Rohingya" saat mengkritik tindakan kekerasan yang terjadi di negara tersebut. Namun kardinal Katolik di Myanmar telah memintanya tidak menggunakan istilah itu saat berada di Myanmar. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan kekerasan di negara mayoritas Buddha tersebut.
Pejabat Myanmar tidak menggunakan istilah Rohingya. Mereka menyebut Rohingya dengan sebutan "orang Bengali" yang bermigrasi secara ilegal dari Bangladesh. Sehingga Rohingya tidak terdaftar sebagai salah satu kelompok etnis di negara tersebut.
Mereka mengatakan tindakan keras militer di Rakhine adalah untuk membasmi gerilyawan di wilayah tersebut. Namun PBB telah menggambarkan kekerasan sebagai bentuk pembersihan etnis.
Paus dijadwalkan bertemu pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, dan kepala militer negara tersebut. Paus kemudian akan mengunjungi Bangladesh, dan bertemu dengan sekelompok kecil pengungsi Rohingya di sana. Paus yang berusia 80 tahun ini telah dikenal karena pandangan moderatnya untuk mencela ketidakadilan global.
Pembantu paus mengatakan Paus akan menggunakan perjalanan enam hari ini untuk mendorong dialog dan rekonsiliasi setelah kesepakatan tentatif pekan lalu.
Pekan lalu Myanmar dan Bangladesh menandatangani kesepakatan untuk mengembalikan ratusan ribu orang yang telah melarikan diri. Namun badan-badan bantuan khawatir tentang proses pemulangan ini kecuali jika keamanan Rohingya terjamin.
Ratusan orang telah berbaris di jalan-jalan di Yangon, untuk melihat secara langsung kedatangan Paus. "Kami datang ke sini untuk menemui Bapa Suci. Itu terjadi satu kali dalam ratusan tahun," ujar Win Min Set kepada kantor berita Reuters.
Umat Katolik terdari dari satu persen populasi Myanmar yang berjumlah 53 juta. Paus Fransiskus akan menjadi Paus pertama yang mengunjungi Bangladesh sejak 1986.