Rabu 29 Nov 2017 14:31 WIB

Suriah Setujui Gencatan Senjata di Perbatasan Damaskus

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Seorang pria berupaya menyelamatkan seorang anak yang terluka setelah serangan udara pasukan yang loyal kepada Presiden Bashar al-Assad di Duma, dekat kota Damaskus, Suriah. (Reuters/Bassam Khabieh)
Seorang pria berupaya menyelamatkan seorang anak yang terluka setelah serangan udara pasukan yang loyal kepada Presiden Bashar al-Assad di Duma, dekat kota Damaskus, Suriah. (Reuters/Bassam Khabieh)

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pemerintah Suriah telah menerima dan menyetujui proposal Rusia untuk melakukan gencatan senjata di Ghouta Timur yang dikuasai pemberontak, di perbatasan ibu kota Damaskus, pada Selasa (28/11). Gencatan senjata ini diumumkan saat perundingan perdamaian yang disponsori PBB di Jenewa akan dimulai.

Perundingan perdamaian yang akan membahas mengenai solusi politik untuk konflik Suriah ini dijadwalkan akan dibuka pada Selasa (28/11). Namun delegasi pemerintah Suriah dilaporkan tidak akan tiba di Jenewa sampai Rabu (29/11).

Dilansir di BBC, media Suriah mengatakan delegasi tersebut menunda kepergiannya karena oposisi masih bersikeras bahwa Presiden Suriah Bashar al-Assad harus mundur saat dimulainya masa transisi.

Ghouta Timur yang merupakan rumah bagi 400 ribu orang penduduk, adalah benteng pemberontak terakhir yang dekat dengan ibu kota Damaskus. Awal tahun ini, Ghouta Timur ditunjuk sebagai satu dari empat zona de-eskalasi yang disetujui oleh sekutu pemerintah Suriah, yaitu Rusia dan Iran, bersama dengan pendukung pemberontak, yaitu Turki.

Meski begitu, kawasan ini terus menghadapi pemboman. Pasukan dan milisi sekutu juga menutup banyak rute yang digunakan untuk menyelundupkan makanan dan obat-obatan untuk penduduk.

Puluhan orang dilaporkan terbunuh dalam dua pekan terakhir saat militer Suriah mengintensifkan pengeboman di daerah tersebut. Kekurangan pangan di wilayah yang telah terkepung sejak 2013 itu juga telah menyebabkan banyak kasus gizi buruk.

Menurut Syrian Observatory for Human Rights, sedikitnya 151 warga sipil terbunuh dalam serangan udara dan penembakan. Kelompok pemantau yang berbasis di Inggris tersebut menambahkan, empat orang tewas di Kota Hamouria pada Selasa (28/11).

Medecins Sans Frontires (MSF) memperingatkan status rumah sakit lapangan di Ghouta Timur, telah melampaui batas. Mereka telah menangani 576 pasien luka-luka dan 69 korban tewas, seperempatnya wanita dan anak-anak.

Organisasi tersebut menambahkan, sebuah rumah sakit utama di Kafr Batna terkena serangan dua roket pada 20 November. Serangan itu merusak infrastruktur rumah sakit dan membuat satu ambulans tidak dapat beroperasi.

Sementara dua rumah sakit lainnya dan sebuah klinik, telah menangguhkan layanan non-darurat antara 15 dan 18 November karena takut petugas medis dan pasien menghadapi bahaya. MSF mengatakan sebagian besar fasilitas sangat membutuhkan pasokan medis baru.

Badan-badan PBB mengatakan kekurangan pangan telah menyebabkan meningkatnya jumlah anak-anak yang kekurangan gizi akut. Penduduk juga menghadapi keterbatasan listrik, bahan bakar, dan air minum yang aman. Bahkan layanan sanitasi dasar telah meningkatkan risiko wabah penyakit diare.

Pada Selasa (28/11), hanya beberapa jam sebelum utusan khusus PBB Staffan de Mistura mengumumkan pemerintah Suriah telah menyetujui gencatan senjata di Ghouta Timur, sebuah konvoi PBB-Suriah membawa makanan dan obat-obatan untuk 7.100 orang di Kota Nashabieh.

Rusia Ajukan Gencatan Senjata 2 Hari di Perbatasan Damaskus

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement