Kamis 30 Nov 2017 00:16 WIB

Rusia: Uji Coba Rudal Korut Merupakan Langkah Provokatif

Rep: rizkiyan adiyudha/ Red: Budi Raharjo
Korea Utara kembali meluncurkan rudal balistik setelah berhenti melakukannya sejak yang terakhir kali 15 September 2017.
Foto: Reuters/Kim Hon-ji
Korea Utara kembali meluncurkan rudal balistik setelah berhenti melakukannya sejak yang terakhir kali 15 September 2017.

REPUBLIKA.CO.ID,MOSKOW -- Pemerintah Rusia menyebut uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) yang dilakukan Korea Utara (Korut) merupakan langkah provokatif. Sebabnya, Moskow meminta semua pihak untuk tetap tenang untuk menghindari pecahnya konflik.

"Tentu ini adalah aksi provokasi yang meningkatkan tensi dan membuat kesepakatan untuk mengatasi krisis sulit terbentuk," kata Juru Bicara Pemerintah Rusia, Dmitry Peskov, seperti diwartakan Reuters, Kamis (29/11).

Peskov mengatakan, Rusia juga mengecam uji coba rudal yang dilakukan Korut tersebut. Meski demikian, dia mengimbau agar semua pihak tidak mengambil langkah dengan tergesa-gesa agar tidak memperburuk situasi di Semenanjung Korea.

Rusia dan Cina tengah mengajukan rencana untuk meredam krisis yang terjadi di kawasan tersebut. Menteri Luar Negeri Rusia beberapa kali menawarkan solusi dan meminta Korut menghentikan program serta uji coba nuklir sambil mendesak Amerika Serikat dan Korea Selatan tidak melakukan latihan militer gabungan yang rencananya akan diadakan awal Desember nanti.

Kendati, Rusia juga tidak bisa memastikan apakah rencananya yang bertujuan menekan program nuklir bisa diterima pemerintah Korut. "Dalam hal ini, tidak ada alasan untuk optimisme substansial," kata Peskov.

Sebelumnya, Korut mengklaim kesuksesan uji coba peluncuran rudal baru pada Rabu (29/11) dini hari. Negara itu mengatakan roket yang diluncurkan adalah jenis terbaru ICBM yang dapat mencapai daratan Amerika Serikat.

Paman Sam lantas memberikan reaksi keras atas peristiwa tersebut. Menteri Luar Negeri Rex Tillerson mengatakan, Amerika tengah mepertimbangkan semua pilihan termasuk militer untuk menekan program nuklir tersebut guna tercapainya perdamaian. "Opsi diplomatik tentu tetap tersedia dan terbuka, untuk saat ini," kata Rex Tillerson.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement