REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Pemerintah Bangladesh berencana merelokasi sebagian pengungsi Rohingya ke sebuah pulau bernama Bhashan Char. Rencana ini dikritik oleh badan-badan bantuan dan kelompok hakasasi manusia internasional.
Penasihat politik Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, H.T. Imam mengatakan, pemindahan pengungsi Rohingya dari Coxs Bazar ke Bhashan Char perlu dilakukan mengingat jumlah pengungsi yang berjubel. "Kami tidak dapat menampung sejumlah besar orang di daerah kecil Coxs Bazar, di mana kehadiran mereka memiliki dampak buruk terhadap lingkungan, populasi, dan ekonomi," ucapnya,Rabu (29/11).
Oleh sebab itu, Imam mengatakan proses relokasi ini akan secepatnya dilakukan sambil menunggu proses repatriasi yang telah dicapai pihaknya dengan Myanmar. "Jadi secepatnya kita mengalihkan, setidaknya sebagian dari beban (di Coxs Bazar) ke Bhashan Char. Ini akan meminimalkan masalah," ujarnya.
Pulau Bhashan Char dapat dicapai dengan menempuh dua jam perjalanan menggunakan kapal dari permukiman terdekat. Pulau ini tidak memiliki jalan atau bangunan dan biasanya diterjang banjir pada bulan Juni-September.
Imam mengatakan, pemerintah Bangladesh akan menyepakati rencana anggaran sebesar 280 juta dolar AS untuk membangun pulau tersebut. Kendati demikian, ia tak menampik bahwa pihaknya tetap membutuhkan bantuan dari dunia internasional.
"Ini adalah proyek besar dan mencakup pengembangan ternak. Mereka (pengungsi Rohingya) akan diberi sapi, mereka akan diberi tanah, dan diberikan rumah. Mereka akan memelihara ternak mereka danakan ada pekerjaan lain yang akan dibuat," kata Imam menerangkan.
Namun rencana Bangladesh merelokasi pengungsi Rohingya ke Bhashan Char dikritik oleh lembaga hak asasi manusia Amnesty International. Kritik ini disampaikan Direktur Amnesty International Asia Selatan Biraj Patnaik.
Menurut Patnaik, setelah membuka pintu perbatasannya untuk menampung lebih dari 600 ribu pengungsi Rohingya, kini Bangladesh berisiko merusak dan menyia-nyiakan niat baik dunia internasional yang telah diperolehnya. Tak hanya soal rencana relokasi, ia juga mengkritik soal kesepakatan proses repatriasi yang telah dicapai Bangladesh dan Myanmar.
"Dalam keputusannya untuk melihat Rohingya meninggalkan tenda pengungsian dan akhirnya kembali ke Myanmar, Bangladesh membuat keselamatan dan kesejahteraan mereka berisiko," ujar Patnaik.
Pekan lalu, Myanmar dan Bangladesh telah menandatangani kesepakatan tentang proses repatriasi ratusan ribupengungsi Rohingya. Proses repatriasi akan dimulai dalam waktu dua bulan. Dalam kurun waktu tersebut, Bangladesh dan Myanmar akan menbentuk tim gabungan guna mengimplementasikan kesepakatan yang telah tercapai.
Saat ini terdapat lebih dari 600 ribu pengungsi di Bangladesh. Mereka melarikan diri dari Rakhine, Myanmar, sejak militer menggelar operasi di daerah tersebut pada 25 Agustus lalu. Dalam operasinya, militer Myanmar disebut membantai penduduk Rohingya dan membakar permukimannya.