Jumat 01 Dec 2017 00:11 WIB

KBRI Damaskus Proses Hukum Pelaku Pembunuhan TKW Asal Serang

Rep: Mabruroh/ Red: Budi Raharjo
Tenaga kerja Indonesia (TKI).    (ilustrasi)
Foto: Republika
Tenaga kerja Indonesia (TKI). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tenaga Kerja Wanita (TKW) berinisial TSA menjadi korban penganiayaan hingga tewas oleh majikannya. Meskipun keluarga pelaku telah memberikan ganti rugi, namun Kedutaan Besar RI (KBRI) Damaskus tetap melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum.

"KBRI Damaskus tetap lanjutkan proses hukum untuk TSA, WNI korban pembunuhan di Damaskus, meskipun majikan yang berstatus tersangka sudah memberikan santunan," ujar Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal melalui pesan tertulis, Kamis (30/11).

TSA meninggal dunia pada 31 Juli 2017 lalu di Damaskus. TSA meninggal akibat luka tusuk yang dilakukan majikannya beberapa kali di tubuhnya.

Tersangka pembunuhan TSA adalah istri majikan tempatnya bekerja di sebuah rumah di daerah Midan, Damaskus. Polisi sektor Midan pun telah menangkap dan menahan tersangka serta melimpahkan berkas kasus tersebut ke pengadilan setempat.

Meskipun keluarga tersangka telah menyerahkan sejumlah uang santunan kepada keluarga korban, namun Kementerian Luar Negeri, melalui KBRI Damaskus, tetap meminta pengadilan setempat untuk melanjutkan proses hukum. Pasalnya sebelum terjadi pembunuhan ternyata TSA sudah berulang kali juga menerima menganiayaan selama dia bekerja.

Korban juga merupakan tulang punggung keluarga dan memiliki dua anak yang masih bersekolah. Sehingga santunan yang diberikan oleh keluarga pelaku pun telah diserahkan kepada suami TSA untuk pendidikan anaknya.

Pemberian santunan adalah salah satu hasil upaya yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri untuk mengembalikan hak-hak finansial WNI di luar negeri. Sepanjang tahun 2017, Kemlu melalui Perwakilan RI telah berhasil mengembalikan Rp 120 miliar hak-hak WNI, khususnya pekerja migran di luar negeri.

Upaya financial remedy tersebut diharapkan dapat meringankan penderitaan para pekerja migran dan keluarganya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement