REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Paus Francis akhirnya menyebut kata 'Rohingya' untuk pertama kalinya dalam rangkaian kunjungannya ke Myanmar dan Bangladesh, Jumat (1/12). Saat itu dia tengah berpidato di hadapan forum antaragama di ibu kota Bangladesh, Dhaka.
"Kehadiran Tuhan saat ini juga disebut Rohingya," kata Paus, dikutip CNN.
Paus tidak menggunakan istilah tersebut di depan publik di awal pekan ini saat ia mengunjungi Myanmar. Perjalanannya ke Bangladesh pada Jumat (1/12) ini adalah perjalanan terakhirnya ke kedua negara itu.
Setelah berpidato, Paus bertemu dengan sekelompok pengungsi Rohingya satu per satu dan mendengarkan cerita-cerita mereka. "Tragedi Anda sangat sulit, sangat besar. Kami memberi Anda ruang di hati kami. Atas nama semua orang, dari orang-orang yang menganiaya Anda, orang-orang yang menyakiti Anda, dan terutama ketidakpedulian dunia, saya meminta maaf kepada Anda. Maafkan kami," ujar Paus.
"Banyak dari Anda yang berbicara kepada saya tentang kemurahan hati Bangladesh yang menawarkan tempat berlindung. Sekarang saya meminta kemurahan hati Anda memberi kami pengampunan yang kami minta dari Anda," katanya kepada kelompok pengungsi setelah bertemu dengan mereka.
Lebih dari 620 ribu warga Rohingya telah melarikan diri melintasi perbatasan dari Myanmar ke negara tetangga Bangladesh sejak serentetan kekerasan pada Agustus lalu. Banyak yang mengatakan mereka terpaksa melarikan diri dari kekejaman yang dilakukan militer Myanmar.
Pemerintah Myanmar tidak menggunakan istilah Rohingya untuk merujuk pada kelompok tersebut. Myanmar menganggap orang-orang Rohingya adalah imigran gelap dari Bangladesh, meskipun beberapa keluarga Rohingya telah tinggal di Myanmar selama berabad-abad. Rohingya tidak diakui sebagai minoritas resmi di Myanmar, yang secara efektif berarti mereka ditolak kewarganegaraannya.
Dalam sebuah pidato pada Selasa (28/11) bersama pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, Paus Francis tidak menggunakan istilah Rohingya, meskipun dia berharap akan menggunakannya. Juru bicara Vatikan Greg Burke mengatakan Paus Francis menghindari referensi langsung ke kelompok tersebut selama kunjungannya ke Myanmar, sebuah kunjungan pertama oleh seorang Paus ke negara mayoritas Buddha.
Sejumlah aktivis Rohingya berpendapat, karena Paus tidak menggunakan istilah tersebut saat berada di Myanmar, dia terlibat dalam strategi Myanmar untuk mendelegitimasi situasi Rohingya dengan mempertanyakan nama dan identitas mereka.
"Istilah Rohingya bukanlah ras. Ini adalah istilah bermartabat bagi lebih dari dua juta orang yang tinggal di seluruh dunia," kata aktivis Rohingya yang berbasis di Eropa, Nay San Lwin, kepada CNN.
Namun setelah Paus menyebutkan kata Rohingya di Bangladesh, Lwin mengaku dia dan pendukung Rohingya lainnya merasa seperti pemenang. "Tanpa diduga dia menggunakan istilah yang benar, dia tidak menghindar saat bertemu warga Rohingya secara langsung," kata Lwin.
Selama kunjungannya ke Myanmar, Francis bertemu dengan dua pemimpin terpenting di negara ini, yaitu Suu Kyi dan Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima tertinggi angkatan bersenjata Myanmar. Dalam sebuah pertemuan singkat dengan Paus pada Senin (27/11), Hlaing menegaskan semua agama dapat beribadah dengan bebas di Myanmar.
Namun banyak pengamat Myanmar mengatakan klaim Hlaing salah jika mengarah pada krisis Rohingya. "Terbayang saat Anda menghadapi kepalsuan yang begitu mencolok dan narasi yang sangat palsu yang telah dirumuskan oleh orang-orang yang menutupi kekejaman," kata Phil Robertson, wakil direktur divisi Human Rights Watch di Asia.