REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Pesawat jet yang diyakini milik Suriah dan Rusia menyerang permukiman padat di dekat Damaskus. Serangan itu menewaskan sedikitnya 27 orang dan melukai puluhan lagi. Peristiwa tersebut terjadi pada Ahad (3/11). Serangan ditujukan ke daerah yang diyakini merupakan wilayah kantong milisi.
Pekerja pertahanan sipil pada Senin (4/11) mengatakan, setidaknya 17 orang tewas di kota Hamoriya dalam serangan udara terhadap sebuah pasar dan daerah permukiman yang letaknya berdekatan. Ini setelah terjadi lebih dari 30 serangan dalam kurun waktu 24 jam. Serangan melanda daerah berpenduduk padat di sebelah timur Damaskus, juga dikenal sebagai Ghouta Timur.
Sementara itu Empat warga sipil lagi tewas di kota Arbin. "Sedangkan sisa korban berasal dari serangan terhadap Misraba dan Harasta," kata pekerja pertahanan sipil.
Kelompok Pemantau Hak Asasi untuk Suriah, yang mengamati perang tersebut, mengatakan bahwa korban pada Ahad adalah jumlah tewas terbesar sejak dilancarkannya serangan bertahap yang dimulai 20 hari lalu.
Kelompok pemantau itu mengatakan, hampir 200 tewas dalam serangan dan penembakan, termasuk di antaranya wanita dan anak-anak, selama periode tersebut. Ghouta Timur telah dikepung oleh tentara sejak 2013. Ini merupakan upaya pemerintah memaksa daerah kantong milisi supaya tunduk dengan Damaskus.
Baca juga, AS Kecam Bom Rusia dan Suriah yang Tewaskan Oposisi.
Pemerintah dalam beberapa bulan belakangan memperketat pengepungan mereka. Para warga dan pekerja bantuan mengatakan, tindakan tersebut adalah suatu kesengajaan untuk menjadikan kelaparan sebagai senjata perang. Tuduhan tersebut disangkal oleh pemerintah.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa sekitar 400 ribu warga sipil terkepung di daerah tersebut, dan kini mereka menghadapi kelaparan karena pemerintah Suriah menutup jalan bagi pengiriman bantuan. Ratusan warga yang membutuhkan evakuasi medis segera, juga belum dizinkan keluar dari daerah kantong itu.
Ghouta Timur adalah daerah pemberontak terakhir yang tersisa di sekitar Damaskus. Hingga saat ini daerah tersebut belum mencapai kesepakatan evakuasi, untuk penyerahan senjata sebagai timbal balik bagi milisi agar dapat pergi ke daerah gerilyawan lainnya yang berada di wilayah utara.