REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan Amerika Serikat agar tak mengakui Israel sebagai bagian dari Israel. Menurutnya keputusan AS tersebut berpotensi memperumit masalah di daerah tersebut.
"Presiden Trump, Yerusalem adalah garis merah umat Islam. Ini bisa sampai sejauh memutuskan hubungan Turki dengan Israel," kata Erdogan ketika berbicara dalam sebuah pertemuan parlemen AK Party yang berkuasa, dilansir Reuters, Selasa (5/12).
Ia pun meminta AS agar tak memutuskan hal ceroboh dengan mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel. "Saya memperingatkan AS untuk tidak mengambil langkah yang akan memperdalam masalah di wilayah ini," ujar Erdogan.
Kendati memperingatkan AS secara tegas, Pemerintah Israel mengaku tak menerima pernyataan serupa dari Erdogan. "Kami tidak menerima perintah atau ancaman dari presiden Turki," kata Menteri Intelijen dan Transportasi Israel, Israel Katz.
"Tidak akan ada lagi tindakan historis yang benar atau sesuai daripada mengakui Yerusalem, ibu kota Yahudi selama 3.000 tahun terakhir, sebagai ibu kota negara Israel," ujar Katz menambahkan.
Rencana AS mengakui Yerusalem sebagai bagian dari Israel tak terlepas dari janji Presiden Donald Trump pada masa kampanye pemilihan presiden tahun lalu. Kala itu, Trump berjanji akan memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Rencana AS ini tak ayal mendapat kecaman dan protes dari berbagai negara, khususnya negara-negara Arab. Menurut mereka, rencana AS tersebut berpotensi merusak perdamaian antara Israel dan Palestina serta menimbulkan konflik baru di wilayah tersebut.
Hal ini karena Palestina yang tengah berjuang untuk menjadi negara merdeka seutuhnya, menghendaki Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara mereka di masa mendatang.