Rabu 06 Dec 2017 05:15 WIB

Putra Mantan Presiden Yaman yang Tewas Serukan Balas Dendam

Ali Abdullah Saleh
Ali Abdullah Saleh

REPUBLIKA.CO.ID, ADEN -- Putra mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang tewas oleh kelompok bersenjata Houthi menyerukan balas dendam terhadap sekutu Iran (Houthi) itu, demikian siaran televisi al-Ekbariya milik Saudi.

Hingga saat ini pernyataan tersebut tidak dapat segera diverifikasi keasliannya. "Saya akan memimpin pertempuran sampai Houthi terakhir keluar dari Yaman, darah ayah saya akan menjadi neraka di telinga Iran," ujar Ahmed Ali Saleh, Selasa (5/12).

Dia meminta pendukung ayahnya mengambil kembali Yaman dari milisi Houthi. Saleh tewas dalam serangan pada Senin setelah beralih pihak, meninggalkan sekutu Houthi untuk mendukung sebuah aliansi yang dipimpin oleh Saudi.

Kematian Saleh memperdalam kompleksitas perang yang melibatkan berbagai pihak. Mayoritas bergantung pada kesetiaan masa depan loyalisnya.

Koalisi pimpinan Saudi mengandalkan Saleh untuk memberi mereka keunggulan dalam konflik tersebut. Saleh memiliki banyak pengikut di Yaman, termasuk perwira militer dan pemimpin suku bersenjata yang pernah bertugas di bawahnya, dan pendukungnya mungkin masih memberi dampak pada perang tersebut.

Ahmed Ali telah tinggal di bawah tahanan rumah di Uni Emirat Arab, tempat dia pernah menjabat sebagai duta besar sebelum bergabung dengan sekutu Arab Saudi untuk berperang melawan Houthi, yang sampai minggu ini telah memerintah sebagian besar Yaman bersama Saleh.

Beberapa sumber politik mengatakan dia telah ditahan tanpa komunikasi dengan siapa pun dan dijaga di sebuah vila di ibu kota Uni Emirat Arab, Abu Dhabi. Pernyataan publik pertamanya yang dilaporkan kemungkinan menunjukkan mantan tentaranya dalam koalisi melepaskannya dari Houthi.

Uni Emirat Arab adalah anggota kunci dari aliansi Teluk Arab yang sebagian besar melihat Houthi sebagai perwakilan dari musuh bebuyutan mereka, Iran, namun telah berjuang mencapai keuntungan melawan aliansi Houthi-Saleh meskipun ada ribuan serangan udara yang didukung oleh persenjataan dan intelijen Amerika Serikat dan negara-negara Barat.

Ahmed Ali, mantan komandan militer terkuat Garda Republik elit Yaman, tampaknya telah dipersiapkan untuk menggantikan ayahnya, dan dia mungkin merupakan kesempatan terakhir keluarga tersebut untuk mendapatkan pengaruhnya kembali.

Keberadaan kerabat kunci Saleh lainnya, yang telah memimpin pertempuran jalanan enam hari melawan Houthi di ibu kota Sanaa sebelum kekalahan mereka pada Senin, hingga kini tidak diketahui.

Warga melaporkan pertempuran telah mereda, namun gerilyawan yang dipimpin oleh Arab Saudi menyerang beberapa sasaran, termasuk istana kepresidenan di mana sebuah badan pemerintahan yang dipimpin oleh politisi Houthi-Saleh rutin berkumpul.

Pemimpin Houthi, Abdul Malik al-Houthi, memuji kematian Saleh dalam sebuah pidato pada Senin sebagai kemenangan melawan konspirasi pengkhianatan oleh musuh-musuh Yaman di Saudi dan menyerukan sebuah demonstrasi massal pada Selasa di sebuah pawai di dekat lokasi serangan udara.

Dia juga memberikan bantuannya ke partai politik Saleh dan mengatakan bahwa gerakannya tidak berseteru dengannya, menggarisbawahi pengaruh yang dimiliki sekutunya di Yaman.

Di kota selatan Aden, warga memadati acara kembang api dan menyatakan kegembiraannya. Saleh hampir secara universal dibenci di seluruh Yaman selatan setelah dia melancarkan perang untuk menyatukan negara tersebut pada 1994, melontarkan misil balistik ke kota tersebut.

Tapi peninggalan kepemimpinannya bercampur aduk. Dia masih dicintai di sebagian besar wilayah utara dan banyak pendukungnya akan menaruh dendam terhadap pembunuhnya.

Dibunuh Houthi, Saleh Gagal Jalankan Tekad Akhiri Perang Yaman

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement