REPUBLIKA.CO.ID, DAKAR -- Penggunaan alat kontrasepsi semakin pesat di seluruh dunia dan mencegah jutaan aborsi tidak aman serta kematian ibu setiap tahun di negara termiskin di dunia. Laporan kelompok pembela Keluarga Berencana 2020 (FP2020) mengatakan hampir 40 juta wanita dan anak perempuan menggunakan kontrasepsi modern sekarang jika dibandingkan dengan lima tahun lalu di 69 negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Keluarga berencana adalah sarana kunci untuk mengurangi kemiskinan, karena program tersebut membebaskan perempuan bekerja dan menjadikan keluarga lebih kecil, yang memungkinkan orangtua mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk kesehatan dan pendidikan setiap anak. Kondom, pil KB dan metode kontrasepsi lain telah mencegah 84 juta kehamilan tidak diinginkan, 26 juta aborsi tidak aman dan 125 ribu kematian ibu pada tahun lalu.
"Yang kita lihat adalah perubahan lebih cepat di semua negara," kata Beth Schlachter, direktur eksekutif FP2020.
Menurut perkiraan FP2020, lebih dari separuh pengguna kontrasepsi baru terdapat di Asia, di mana 38 persen wanita usia subur menggunakan pengontrol kelahiran modern.
Di Afrika, tingkat penggunaan kontrasepsi meningkat menjadi 23,4 persen dari 19,5 persen sejak 2012 hingga 2017.
Namun, masa depan beberapa proyek keluarga berencana diragukan sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengembalikan sebuah kebijakan pada tahun ini yang menghalangi dana AS untuk kelompok-kelompok luar negeri. Pendonor internasional berjanji mengisi celah tersebut dan menjanjikan 207 juta dolar AS pada pertemuan puncak keluarga berencana pada Juli, namun Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) mengatakan bahwa dibutuhkan tambahan 700 juta dolar AS pada 2020, dan tanpa pihaknya harus mengurangi layanan.
Sedikit-dikitnya 214 juta wanita di negara berkembang kekurangan akses terhadap pengendali kelahiran sehingga menghasilkan 89 juta kehamilan yang tidak diinginkan dan 48 juta aborsi per tahun, menurut UNFPA.
"Terdapat kemungkinan ketidakpastian pada kenyataannya, tapi dedikasi masyarakat kita terhadap wanita dan anak perempuan lebih kuat dari sebelumnya," kata Natalia Kanem, direktur eksekutif UNFPA, dalam pernyataan menyertai laporan tersebut.
Prakarsa FP2020 dimulai pada 2012 dengan tujuan memungkinkan 120 juta lebih wanita dan anak perempuan di negara berkembang menggunakan alat kontrasepsi modern pada 2020.