REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan mengadakan pertemuan darurat dalam waktu dekat. Mereka akan membahas rencana Presiden AS Donald Trump yang akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Apa sebenarnya yang bisa dilakukan dua organisasi Islam ini terkait masalah Yerusalem? Menurut Smith Alhadar, Penasihat Indonesian Society for Middle East Studies, negara-negara Arab memiliki kemampuan luar biasa untuk dijadikan alat politik, yaitu minyak.
Alat ini seharusnya bisa digunakan untuk menekan AS agar mengurungkan atau membatalkan niatnya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Namun, jika Liga Arab dan OKI melakukan pertemuan darurat, ada kemungkinan mereka tidak bisa mengeluarkan keputusan yang tegas.
"Karena ada negara-negara Arab sekutu AS yang barangkali akan melunakkan sikap dalam pengambilan keputusan," kata Smith, saat dihubungi Republika, Rabu (6/12).
Ia mengatakan, mereka yang melunak ini bisa jadi sedang membutuhkan AS terkait konfrontasi dengan Iran. Akan tetapi sikap mereka justru akan menguntungkan Iran, yang selama ini tidak mengakui eksistensi Israel.
"Dalam forum pertemuan, OKI dan Liga Arab harus mengambil sikap yang tajam dan keras untuk memenuhi aspirasi masyarakat Muslim di dunia," ungkapnya.
Smith menambahkan, pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan membuat orang-orang di bumi Arab dan Islam, dan bahkan komunitas Kristen di banyak negara di dunia untuk turun ke jalan memprotes kebijakan AS. Hal ini tentunya akan mengganggu stabilitas global, khususnya di kawasan Timur Tengah. "Syukur kalau tidak terjadi konflik terbuka antara Israel dan negara-negara tetangga," kata dia.
Kebijakan ini, jelasnya, akan memicu konflik khususnya di perbatasan selatan Israel, yaitu dengan Jalur Gaza dan di perbatasan utara Israel, yaitu Lebanon. Kekacauan besar-besaran juga akan terjadi di negara-negara Timur Tengah, termasuk juga di Indonesia.